Sabtu, 10 November 2012

Penderitaan Itu Kembali

Jalanan yang sepi. Aku berdiri di samping jendela kamar menatap sunyinya jalan yang hanya dilalui beberapa orang yang lalu lalang. Berlari santai sambil mengirup sejuknya udara pagi, itulah yang mereka lakukan. Mereka terlihat bahagia menikmati suasana pagi bersama orang yang mereka sayangi. Jujur, aku iri melihat mereka. Sangat iri.


Sekali lagi kutatap lekat sebuah surat yang ada di genggaman tanganku. Mungkinkah ini hanya mimpi?? Atau… atau ini kenyataan?? Jika ini hanya sekedar mimpi, maka hanya satu hal yang aku inginkan. Aku ingin segera terbangun dan terlepas dari mimpi buruk ini. Hanya itu yang aku inginkan. Sesekali kutepuk pipi kanan dan pipi kiriku. Hingga aku sadar, semua ini benar-benar kenyataan.
“Sisy, kamu belum siap-siap ke sekolah? Sekrang udah pukul 06.00, Sisy.” kata mama sambil mengetuk pintu kamarku.


“Iya, mama . Tunggu sebentar.” Jawabku singkat.
Dengan berat, kugerakkan kakiku secara perlahan menuju kamar mandi. Ya, meskipun masih setengah sadar, tapi aku berusaha berjalan dengan normal. Satu jam telah berlalu, aku sudah siap lengkap dengan seragam sekolah, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. Kakiku yang mungil terus melangkah membawaku ke ruang makan. Papa dan mama sudah duduk menungguku dari setengah jam yang lalu.
“Gimana bobonya, Si? Nyenyak?” tanya mama.


“Nyenyak, Ma.”
“Sisy, mata kamu agak merah. Kamu abis nangis yah?”
“Ehm,,,, Nggak, Pa. Tadi kemasukan sabun pas lagi mandi, jadi merah gini deh.”
“Benar?”
“Iya, Papa.”
“Ya udah, kamu lanjut sarapannya. Ntar telat ke sekolah kalau cerita terus.”


Aku hanya tersenyum pada papa. Aku merasa senang bisa duduk dan bercanda bersama mama dan papa. Menjadi anak tunggal dari mereka membuatku bahagia dalam keluarga ini. Keluarga yang harmonis dan saling menyayangi. Cukup melihat papa dan mama tersenyum, sudah membuatku bahagia. Apalagi saat mencium mereka secara bergantian sebelum berangkat sekolah. Aku sayang mama dan papa.

*


“Sy, kamu nggak lagi sakit kan?” tanya Gita padaku saat aku tiba di kelas.
“Sakit..?? Nggak. Aku sehat-sehat aja kok.”
“Tapi kamu kelihatan pucat dan lemas.”
“Mungkin karena kurang tidur. Tapi ini bukan masalah besar kok.” Jawabku tenang. Aku memang merasa lemas pagi ini, bahkan semangat belajarku hilang. Saat belajar, pikiranku melayang entah kemana. Aku sendiri pun bingung dengan apa yang aku pikirkan, bahkan pagi ini sudah ada tiga guru yang menegurku karena aku sama sekali nggak fokus ke pelajaran.


“Sisy, kalau kamu lagi ada masalah, cerita aja. Kamu jangan diam-diam gini.” Kata Gita setelah bel tanda pelajaran usai siang itu.
“Gita, aku nggak lagi ada masalah.”
“Tapi, Sy..”
“Tapia apa?”
“Hari ini kamu kelihatan beda. Seperti ada yang menganggu pikiran kamu.” Ucap Gita lalu sesekali menggigit bibir bawahnya, menandakan ia agak ragu untuk bertanya.
Sambil berjalan menuju parkiran mobil, aku terus meyakinkan Gita kalau aku benar-benar tidak punya masalah hari ini.

“Jangan khawatir, Git. Aku nggak punya masalah kok.”
“Tapi….” Belum selesai Gita berbicara, aku sudah memotongnya dengan terbatuk berkali-kali. Aku langsung menutup mulutku dengan tangan kanan dan tanpa melepaskan tanganku dari mulut, aku langsung pamit pada Gita.


“Git, maaf. Kali ini aku nggak bisa ngantar kamu ke rumah. Aku buru-buru, ada urusan penting. Nggak masalah kan?”
“Nggak, Sy. Kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut.” Kata Gita.
Aku pun masuk ke dalam mobil dan langsung tancap gas meninggalkan Gita yang terus menatap mobil yang kukendarai hingga menghilang dari pandangannya. Perlahan kulepas tanganku dari mulut. Dan dugaanku benar, batukku tadi mengeluarkan darah. Aku tidak tahan melihatnya.


“Tuhan, apa artinya ini? Aku takut dan aku tidak mau lagi menanggung semua ini…” Aku menjerit dalam hati. Rasanya ingin langsung tiba di rumah dan mengurung diri di kamar.
Setiba di rumah, aku langsung masuk kamar. Beruntung mama dan papa lagi nggak ada di rumah, jadi mereka tidak akan melihatku dengan keadaan begini, mata yang lembab dan tangan yang berlumuran darah. Belum selesai aku membersihkan darah yang ada di tangan dan mulutku, aku kembali merasakan sakit yang luar biasa. Dadaku terasa sakit, sangat sakit, seakan ada yang mengirisnya.


“Tuhan, kenapa aku harus menderita seperti ini? Kenapa penyakit ini kambuh lagi? Kenapa….?” Aku berteriak seakan menolak semua ini. Aku tidak ingin mengulang kejadian lima tahun yang lalu…

*


“Anak Bapak positif mengidap kanker paru-paru. Dan sangat kecilkemungkinannya untuk dapat disembuhkan secara total karena umurnya yang masih sangat muda.”
Kalimat itu terdengar jelas di telingaku. Seorang dokter ahli kanker mengatakan hal tersebut kepada papa saat kami sedang memeriksa kondisiku yang sedang tidak sehat. Aku langsung shock mendengarnya. Bagaimana mungkin di umurku yang baru 13 tahun ini, aku sudah positif mengidap kanker paru-paru?? Aku sangat takut. Aku takut tidak akan bisa hidup lama, aku takut jauh dari mama dan papa, dan aku takut tidak akan terbangun lagi saat aku sedang tertidur pulas di atas ranjang rumah sakit.


Awalnya aku mulai batuk terus menerus, seuruh badanku terasa nyeri, dahakku pun bercampur dengan darah dan pada akhirnya dadaku terasa sangat sakit. Sangat-sangat sakit. Aku berpikir apakah aku akan meninggal saat itu juga? Tapi mama dan papa sangat menyayangiku, mereka melakukan segala cara untuk membuatku tetap bertahan hidup.


“Jangan mau kalah sama penyakit. Sisy harus bisa bertahan, harus kuat dan Tuhan tidak akan pernah ninggalin kamu.” Aku masih ingat betul kata-kata mama saat aku akan menjalani pengobatan kemoterapi. Meskipun umurku belum memungkinkan untuk menjalani kemoterapi, namun aku siap menanggung semua rasa sakitnya asalkan aku bisa sembuh.


Menjalani kemoterapi adalah penderitaan terbesar dalam hidupku. Bagaimana tidak? Kemoterapi pertama memang masih terasa normal, namun kemoterapi-kemoterapi berikutnya mulai terasa mematikan. Tubuhku seakan menolak semua obat-obatan keras yang dimasukkan ke dalam tubuhku melalui suntikan, melalui cairan infuse, dan melalui proses kemoterapi itu sendiri. 


Aku meronta kesakitan, sulit bernapas, menggigil, mimisan, mual dan muntah, kulit jadi kering bahkan aku harus merelakan mahkota terindah di kepalaku rontok hingga tak ada satupun yang tersisa. Sungguh menyedihkan, aku sendiri tak kuat untuk melihat keadaanku yang seperti ini. Air mataku jatuh, apalagi ketika mama dan papa turut menangisiku. Sulit rasanya untuk menjelaskan bagaimana isi perasaanku. Namun, perjuanganku tidak sia-sia. Aku bisa sembuh dari kanker paru-paru. Ini semua berkat doa mama dan papa. Terima kasih Tuhan, aku sayang mereka.


*


Sekali lagi kepegang dadaku yang terasa sangat sakit.
“Tuhan, penyakit ini benar-benar kembali. Surat dari dokter yang aku terima tadi pagi ternyata benar.” Aku duduk merenung. Aku tidak ingin melihat mama dan papa menangis lagi. Sudah cukup semua penderitaan ini, aku tidak ingin mengulang semua penderitaan dengan penyakit kanker. Dan sudah aku putuskan, aku akan menyimpan rahasia ini sendiri. Kali ini aku rela kalah dari kanker asalkan orang yang aku sayangi bisa tersenyum bahagia. Mama, papa, maafin Sisy.


Satu bulan, dua bulan, dan tiga bulan berlalu. Kanker ini mulai menyebar dengan cepat. Berat badanku mulai turun, tubuhku lemas, dahakku selalu bercambur dengan darah dan dadaku terasa sangat sakit setiap hari. Namun aku bersyukur, rahasia ini masih tersimpan dengan baik, hanya aku dan Tuhan yang tahu. Entah bagaimana caraku menyembunyikannya.

Pagi ini, aku terbangun dengan cara yang aneh. Aku melangkah perlahan keluar dari kamar, keluar dari rumah dan terus berjalan ke sebuah taman yang sangat indah yang terletak tidak jauh dari rumah.
“Hari ini kamu berulang tahun kan? Jadi silakan petik satu bunga yang ada di taman ini. Ingat… hanya satu tangkai bunga saja.” kata seorang penjaga taman yang ada di taman itu. Hari ini memang hari ulang tahunku, dimana umurku genap 18 tahun.


“Sebaiknya aku mengambil dua tangkai bunga untuk mama dan papa.”
“Jangan. Kamu hanya boleh mengambil satu tangkai bunga.”
Aku jadi bingung ingin mengambil bunga warna apa. Semuanya tampak cantik, ada warna merah, putih, kuning, merah muda dan sebagainya. Namun ada satu bunga yang sangat menarik perhatianku. Bunga itu berwarna merah darah dan daunnya yang berwarna hijau layu.


“Ini bunga yang aku cari.” kataku sambil memetiknya.
Aku lalu kembali ke rumah dengan perasaan yang ringan tanpa beban. Aku bahkan sudah lupa kalau aku sedang mengidap penyakit kanker yang ganas. Rasanya sangat lega..
Namun setiba di rumah, aku melihat mama, papa dan Gita sahabatku sedang menangisi seorang gadis yang terbaring di tempat tidur. Gadis itu berpakaian sama seperti diriku.


“Mama, Papa, Gita … ini Sisy… Kenapa kalian menangisi gadis itu?” kataku sambil tetap berada di dekat pintu kamar.
“Ma... Pa… Kalian dengar Sisy kan? Ma,,, Pa,,, Gita,,,,?? Kenapa kalian nggak jawab?? Kalian dengar Sisy ngomong kan?”

Dengan agak kesal, aku lalu melangkah mendekati mereka. “Ya Tuhan..” aku kaget dan bunga yang ada digenggamanku terlepas. Gadis yang terbaring itu adalah diriku yang tak bernyawa lagi.
“Tidak… ini tidak mungkin..” aku mencoba menyentuh tangan mama, tangan papa, dan tangan Gita. Namun tanganku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Kini aku hanya menjadi roh yang tidak dapat dilihat manusia.

“Mama, Papa, Gita… maafin Sisy. Sisy sudah memilih bunga merah darah dengan daun hijau layu lambang kematian. Sisy sayang sama kalian. Maafin Sisy….”

Kamis, 13 September 2012

Cinta 13 Hari

Icha merebahkan tubuh nya di kursi teras rumah nya , kelihatan sangat lelah sekali , Icha baru pulang sekolah , wajah nya yang merah merona karna terbakar panas matahari tak bisa menyembunyikan  rasa lelah dalam dirinya . Tiba- tiba Icha di kejutkan oleh sms dari sahabat nya Renata .
Renata Message :
“cha , ntr mlm jd kan nonton konser nya ?
Harus jadi yach , aku punya 2 tiket nech ?
Icha Message : 
“ship dah ,  :)
Renata Message :
“okey, kita barengan sepupu aku yach dri luar kota , 
Katanya dia mau ikutan nonton “
Icha  Message :
“ O.K , 
 Icha pun langsung masuk ke kamar  nya untuk beristirahat .
Nanti malam adalah acara konser  dari group band ternama yaitu BONDAN FEAT FADE 2 BLACK , Kebetulan Icha dan Renata salah satu  fans  nya Bondan so, wajib nonton tuch .
****
Malam pun ,tiba terlihat Icha  sudah siap untuk beranjak pergi bersama Renata .
Setiba nya di rumah Renata , Icha sedikit heran soalnya dirumah Renata sudah di penuhi  oleh kumpulan cowok –cowok dan Icha belum mengenal nya sama sekali .
“Eh icha , ngapain bengong  di luar , mari masuk, sambut Renata .
“emm, gak kok , sedikit gugup.
“ohw iya cha , kenalin ini Sepupu aku IVAN , yang aku ceritain td siang , 
“Icha , sambil mengulurkan tangan nya ke arah IVAN, 
“IVAN , sambil tersenyum , 
Tak lupa juga IVAN juga memperkenalkan teman- teman nya  kepada Icha  .
Mereka pun berangkat menuju tempat Konser berlangsung .
Terlihat acara sudah di mulai . Icha dan Renata terlihat  senang sekali karna bisa menyaksikan langsung  konser itu meski agak sedikit jauh  dari panggung .
Setengah jam konser telah berlangsung , diam- diam Icha memperhatikan Ivan dari kejauhan , 
Sesekali Ivan senyum ke arah Icha ,
*******
Pagi yang sangat dingin , berhubung cuaca lagi hujan, Icha terasa enggan membuka mata  nya , tapi lama kelamaan , Icha pun dengan terpaksa harus bangun dan harus siap- siap untuk berangkat ke sekolah . 
Icha pun menuju ke meja makan untuk sarapan , sedang asyik  nya Icha menyantap makanan nya itu, tiba – tiba   hp  Icha bergetar. Dari nomor yang tidak di kenal , dan itu membuat Icha penasaran .
Icha pun membuka  pesan itu  yang hanya sekedar sapaan selamat pagi .
Tanpa ada inesial pengirim nya .lalu Icha pun menanyakan si pengirim sms itu .
Mereka pun saling balas sms ,  Ternyata si pengirim sms itu adalah IVAN sepupunya Renata ,tapi sms terhenti saat Icha menyakan dapat Nomor  hp  nya dari siapa .
Icha sudah menduga kalau Ivan dapat nomor hp  nya dari Renata ,secara Renata kan sepupuan sama Ivan . tanpa banyak fikir lagi Icha pun menanyakan hal itu kepada Renata .berhubung Icha dan Renata beda sekolah , Icha hanya bisa menanyakan hal itu kepada Renata lewat sms. 
Icha message :
“ta, kmu yach yang ngasi nmr hap aq ke IVAN, sepupu mu itu ?
Renata message : 
“ owh , iyac cha, maaf yach aq lupa ngasi tau km sebelum nya, 
Piece 
Icha message “
“ yach gk p2 sech , cma wkt aq tnya dpt nmr q dr siapa dia nya gk blz lagi , 
Cuek amat !
Renata  Message :
“ehehe iyah dia emang rada cuek gt cha , tpi asyik kok anak nya . 
Yach lanjutin aja mz an nya , ehheheh
Icha Message :
“ idiiiihhh , cuek gtu  ta, gak asyik ta , hemmm
Renata message :
“yach , km blm kenal dia lbh jauh sech , coba aja “
Ehehehe>>>

Icha hanya bisa menarik nafas , melihat  sms dari Renata itu , tanpa balik membalas dan berlalu meninggalkan nya . 
Icha asyik dengan buku yang di baca nya , tiba- tiba ia teringat pembicaraan Renata tadi pagi , 
Ivan, iyah untuk kali ini Ivan yang jadi sasaran objek di fikiran nya , 
Sikap Ivan yang cuek , membuat Icha penasaran  dan ada rasa ingin lebih jauh mengenal nya , 
Lain hal nya dengan Icha yang sudah terkenal rada  “bawell “  dan mungkin seluruh dunia juga tau akan kebawelan  nya .
*********

Waktu terus berlalu , Icha dan Ivan pun semakin akrab , saling berbagi cerita , Ternyata sifat cuek nya Ivan membuat Icha ingin lebih jauh mengenal nya , ada rasa yang tak biasa yang di rasakan oleh Icha , serasa ada getaran dalam jiwa menggugah seluruh tubuh Icha , inikah cinta ? cinta pada pandangan yang untuk kesekian kalinya .Tak dapat di pungkiri , ternyata Ivan juga merasakan hal yang sama . sifat bawel nya Icha membuat ia merindukan nya , >>

Sungguh perkenalan yang begitu singkat , seiring berjalan nya waktu , Ivan menyatakan perasaan nya kepada Icha , ,,,, dan itu membuat I cha bahagia, ia tidak menyangka ternyata Ivan juga  punya rasa yang sama , tapi rasa suka Icha tak membuat Icha begitu saja menerima Ivan, ia pun meminta waktu kepada Ivan untuk memikirkan semuanya . berhubung Icha dan Ivan tinggal berjauhan , hal itu juga lah yang membuat Icha merasa ragu .

******
3 hari berlalu , dan waktu icha memberikan jawaban kepada Ivan , tak dapat di pungkiri , Icha juga tidak dpat membohongi perasaan nya , ia juga suka sama Ivan , dannnnn>>
Icha pun menerima nya . Icha menerima Ivan sebagai pacar  nya. Dua hati menyatu dalam satu ikatan  cinta , iyach , Ivan dan Icha , dunia seakan menjadi milik berdua, tak ada yang bisa di ungkapkan Icha selain rasa bahagia , yang mengisi  relung hati nya  . 
Tak juga ketinggalan Renata  sahabat  nya Icha pun ikut senang mengetahui  hal itu .
*****
Walaupun Icha dan Ivan terpisah jarak dan waktu , tapi itu tidak menyurutkan  niat kedua insan tersebut. Dan mereke punya gelar  masing – masing  Icha  memanggil Ivan dengan sebutan Pangeran Cuek , begitu pula hal nya  dengan Ivan memanggil  Icha dengan sebutan putri  bawel .  Itu menambah  betapa romantisnya percintaan mereka .
*****
Hari ini Icha merasa  perasaan nya tidak enak , keringat dingin bercucuran membasahi tubuh nya , jantung nya berdetag tak menentu . , ia pun hari ini heran akan diri nya , di tambah lagi dari pagi sampai siang begini tidak ada kabar tentang Ivan , tidak seperti biasanya Ivan yang selalu saja sms  Icha meski hanya ucapan selamat pagi . 
Pelajaran kosong Icha coba untuk sms Ivan , tapi tidak ada balasan . 
Icha trus bersabar akan hal ini , “duhh , dsar pangeran cuek , kambuh lagi nech penyakit “gerutu Icha dalam hati . Icha pun meminta tolong kepada sahabat nya Renata  untuk coba menghubungi Ivan .
Icha message :
“ta, maaf ganggu , bsa  bantu aq gak ? , pliase ???
Renata message :
“gak ganggu kok? Bantu apa, aq usahain .
Icha message :
“gini , Ivan dari td pagi susah d hubungin, yach aku takut aja  terjadi  sesuatu sama dia , ta ?
Renata message :
 Cie- cie , khawatir amat nech putri  bawel , oke dech ntr aku coba hubungin dia , “
Icha message :
“huh dasar , yaa  udah jangan ngeledek ! mksih sebelum nya , ntr kabarain aq yach , “


******
Icha masih gelisah dengan keadaan ini , dan ia juga berusaha untuk tidak  terlalu memikirkan hal ini , 
Ia juga berharap semoga Ivan si pangeran cuek  baik- baik saja . 
Icha menarik nafas  dan ia pun memutuskan untuk kekantin saja sekedar mengisi perut , berhubung lagi pelajaran kosong . dan ia juga mengajak Dian teman sebangku nya itu , tapi ternyata Dian sedang tidak enak badan , katanya sech kepala nya pusing , badan nya panas. Kemungkinan  Dian demam , Icha pun tidak tinggal diam , ia pun membawa Dian ke ruang UKS dengan di bantu oleh beberapa teman sekelas nya .
*******
Setelah dari UKS ,  Icha pun kembali ke kelas nya dan mengurungkan niat nya untuk ke kantin , tapi ada yang berbeda saat ia kembali ke kelas nya . semua mata tertuju pada nya ada juga yg sedang menertawakan nya .Icha heran , apa ada yang aneh dalam diri nya ? terlihat di pojok kelas si Andre salah satu teman sekelas Icha yang juga rada Jahil sedang memegang hp  Icha ,
Oh mai Gat !!!!!! si Andre lagi asyik membacakan sms dari Ivan . Icha pun dengan cepat merebut hp nya kembali .Betapa malu nya Icha saat itu , semua mata tertuju kepada Icha , di tambah lagi isi dari sms itu adalah kata putus  dari Ivan. 

Hati Icha hancur lebih dari berkeping – keping , .
****** 
Icha masih duduk di dekat jendela kamar nya , rintikan hujan mewakili hati Icha yang hampir rapuh , Icha masih larut dalam kesedihan nya . dan ia  masih tidak bisa percaya bahwa Ivan secepat itu mengakhiri hubungan mereka hanya karna alasan Ivan tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh .Lalu kenapa waktu itu ia ucapkan kata cinta , .
Icha tersenyum sinis , mengingat hubungan nya bersama Ivan hanya sampai 13 hari saja , 
Dan itulah resiko yang harus Icha nikmati sekarang atas keputusan nya .
Icha pun di kejutkan sms dari Ivan yang berisikan  kata maaf , dan tidak  satupun dari sms Ivan di balas nya . 
Malam semakin larut , tpi Icha juga tak bisa  memejamkan matanya, Iya pun memutuskan untuk mengambil gitar nya , sekedar menghibur hatinya , mencoba menuliskan tentang perasaan nya , lewat lirik-lirik  dan nada –nada jiwanya .

*****
Renata sudah berada di rumah Icha saat itu , tapi Icha masih belum bangun dari tidur nya , 
“cha , banguuuunnnnnnn,Ya ampunn , , 
Icha pun dengan malas nya terpaksa bangun dari tidur nya , 
“cha ni kamar atau apa sech ? berantakan bgt, “ gerutu Renata .
Tiba- tiba Renata melihat selembar kertas yang berisikan liri-lirik lagu, >>
“cha , ini apa? Puisi or lagu ?  tanya Renata .
“iseng nulis-nulis lirik semalam, “ jawab Icha.
“wah , keren aku mau kmu nyanyiin ntr , buat aku , sepertinya  ne lagu bgs dech , 
Lihat aja lirik nya menyentuh “ 
“owh ya cha , aku sdah tau apa yag terjadi antara kamu dengan Ivan, 
Maafkan sepupu aku yach , maafkan aku juga , “
“ehehe , ya udah gak usah di bahas , biarkan berlalu n gak ada yag perlu d persalahkan, “jawab Icha .
 “ yang sabar yach cha, ya dah sekarang siap- siap kan hari ini aku janji mau nemenin kamu ke sekolah buat nyiapin PENSI besok d sekolah kamu , “celoteh Renata .
Owh iya ,sekalian aja cha ni lagu kamu bawain pas PENSI besok , yach … yach ..?”bujuk Renata 
“apaa? Gak ! malu di tonton banyak orang , “ jawab Renata .
“ayolah cha , aku kan pengen denger , pliaseeeeee>>>>>>.
“hemmm, kita liat saja besok , “jawab Icha singkat .
***
Hari ini di sekolah Icha ada acara  PENSI , yaang biasa di gelar setiap tahun nya , dan hari ini juga Renata datang kesekolah Icha , meski harus bolos dari sekolah  nya . 
Dan hari ini juga ia akan melihat penampilan Icha , sahabat nya . menyanyikan sebuah lagu yang iya ciptakan semalaman .
Lagu nya tidak sedih , seperti layak nya orang yang sedang patah hati, hanya saja lirik nya sedikit mewakali apa yang di alami Icha “
“|CINTA 13 HARI “
“sungguh bahagia
Dan sungguh tak ku sangka
Saat pertama
Aku kenal dia,
Tak berlangsung lama
Perkenalan antara kita
Dan tiba- tiba saja
Dia katakan cinta
Namun semua hanya sesaat saja
Dan cinta nya hanya sementara
REFF:Terpaksa aku trima semua
Kenyataan yang ada meski sakit yang ku rasa
Cinta nya 13 hari saja
Namun tak mengapa
Ku sedikit bahagia
Mencintai dia ,
Meski hanya 13 hari saja
*******
Semua bertepuk tangan melihat penampilan Icha di atas panggung , cukup menghibur semua yang hadir saat itu, terutama Renata , iya pun langsung memeluk Icha saat icha turun dari  panggung .
“chaa kerennn , “
“terima kasih , ta ,jawab Icha .
Ini baru sahabat aku , cukup kuat untuk menghadapi semua nya .
“iya ta, harus , buat apa menyesali yang telah terjadi , aku harus melihat kedepan ta, 
Biarkan semua berlalu , n semua menjadi kenangan hidup ku ,”jawab Icha 

Icha telah melupakan semua nya, tak akan ada lagi ivan, tak akan ada lagi pangeran cuek di hidup Icha , trus melangkah kedepan , menyongsong masa depan . 
Itu yang sekarang Icha lakukan . 

Jumat, 15 Juni 2012

KENANGAN ITU

“Abin.. Abin!!” pekik seorang perempuan kecil yang lucu dengan intonasi amat ceria dan menggemaskan.
“Main yuk! ” sahut Belinda dari seberang toko milik ibunya.

Dengan riang dan sorak celotehan yang tak bisa dipahami oleh orang dewasa, kami terus bermain dengan canda, tawa, sambil sesekali menggelitik geli. Tertawa penuh ekspresi tanpa mengerti apa yang lucu dari berlari-lari memutari pada toko-toko yang berjejer. Begitulah kebiasaan kami untuk menuangkan satu kata yang sangat kami dan teman-teman kami gemari. BERMAIN.
“Bel, coba liat ke cini deh! ” serunya sambil menarik ringan lenganku. Kali ini dia ambil sesuatu itu di atas telapak tangannya. Wajahnya berbinar senang sekali. Di sudut matanya ada secercah harapan sambil berekspresi polos namun tetap layaknya lelaki kecil yang lucu.
“Kenapa kamu masukin ke botol, Bin?” tanyaku ingin tahu, begitulah anak kecil. Selalu ingin tahu segalanya, semuanya, sampai terkadang ayah dan ibu lelah menjawab.
“Nanti mati loh. Kacian kalo mati.” sekali lagi aku ingatkan. Aku memang anak yang cerewet dan tak bisa diam, mungkin itulah aku di mata sahabatku ini.
Abin terus melakukannya dengan ekspresi serius. Dan ditutuplah botol yang berisi laba-laba, seekor hewan yang memiliki kemampuan membuat jaring-jaring tipis, dengan sedikit renggang.
“Nggak mungkin mati kok. Lagian aku nanti kalo udah becal pengen jadi spiderman yang bisa menolong banyak olang.” harapnya penuh kepolosan sambil terus menerawang sang laba-laba dalam botol.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Mendengarkan harapan yang aneh, karena aku tak pernah bertemu sebelumnya dengan spiderman yang berjuluk ‘Sang Penyelamat’. Setahuku itu hanya ada di TV yang biasa kami tonton sepulang sekolah.
“Coba kesiniin tanganmu!” Abin meraih sebelah tanganku dan meletakkan seekor laba-laba yang kini berjalan kecil-kecil di punggung tanganku. Aku meggerutu geli dan sedikit ketakutan.
“Abin... ambil cepet. Aku takut nih! ” pintaku ketakutan dengan memejamkan setengan bola mataku dan membukanya kembali. Laba-laba itu masih melekat di telapak tanganku.
“Jangan gelak-gelak dong! Bial dia gak jalan telus. Jangan takut, dia gak gigit kok.” bujuk Abin . Aku pun menurutinya. Aku takut sebenarnya, takut kalo masuk ke dalam bajuku. Tapi aku percaya dengan kata-kata Abin. Aku percaya dia karena kami bersahabat, sahabat baikku.
Ternyata benar. Setelah aku tenang, sang laba-labapun tidak lagi membuatku geli. Perlahan diambilnya dari tanganku dan dimasukkan dalam botol. Sang laba-laba tetap berjalan ke permukaan botol dan kembali ke dasar botol, begitu seterusnya. Dia masih terlihat gembira meski dalam botol hanyalah ada dirinya seekor.
Kami pun kembali belari-lari mengitari tanah lapang beraspal tanpa rumput. Aku berputar gembira entah karena apa. Mungkin karena hari ini aku mendapat pelajaran baru tentang kebenaniaan dan satu lagi, aku tahu impian Abin yang mungkin konyol di mata kita.

Dari tadi aku cerewet ya? (banget..) Kenalin aku Belinda, anak paling gak tahan kalau semenit aja nggak ngomong. Aku anak yang rajin karena keterpaksaan. Kakak ku lah yang membentukku menjadi anak rajin. Tapi aku tetap layaknya anak kecil lebih suka bermain dari pada belajar. Bermain dengan sahabat tergantengku. Ganteng, karena cuma dia satu-satunya teman cowokku. Abin namanya. Kami disatukan sejak umur 3 tahun. Bunda kami saling berteman, keduanya punya kegiatan yang sama, keduanya sama-sama memiliki 2 anak. Mungkin kita diciptakan dengan banyak kesamaan, juga dengan keluarga kami. Hidup itu menyenangkan sekali ternyata. Apalagi saat awal kami mengenal sekolah. Hari-hari di sekolah itu asyik.
“Bajumu kekecilan ya?” tanyaku nada mengejek. Yang sebenarnya bajunya sangat kebesaran.
“Ini seragam namanya, bukan baju!” jawabnya membelot. Mencoba memungkiri baju kebesarannya. Tubuh Abin ringkuh, terlalu baik untuk mengatakan kurus. Bahkan kulitnya seperti menempel di tulang, miriskan? Memang. Tapi jangan salah parasnya seperti cowok lain, ganteng.
“Kenapa keluar lagi? ” tanyaku melihat Abin keluar kelas. Ia tak menjawab.

Kuperhatikan sekeliling kelas yang berisi meja dan kursi yang ditata melingkar oleh ibu guru kami. Sepertinya aku tau apa yang membuatnya pergi.
“Masuk lagi Bin, tasnya Danu udah aku pindah kok. Ayo!” bujukku sambil menarik tangannya untuk berdiri.
Begitulah kami, selalu duduk bersebelahan tiap hari. Abin akan ngambek jika ada sebuah tas tergeletak di sampingku. Aku juga tak mengerti mengapa kita sangat dekat.

Lambat laun kita menjelma seperti magnet yang berkutub sama. Lingkungan lah yang membuat kita mengerti bahwa tak selamanya laki-laki dan perempuan boleh berteman sangat dekat.
Aku berhijrah ke kota untuk mengukuhkan ilmuku di salah satu sekolah berasrama. Sedikit demi sedikit memori masa kecilku mulai kuabaikan. Dengan teman baruku yang super seru.
Semuanya hilang. Waktu itu, masa yang dulu, sesosok itu aku pun seperti tak pernah melewatkannya. Belinda yang seperti saat inilah yang sangat kubenci. Tak akan boleh ku ulangi kesalahan ini.

“ Bel...” panggil seseorang dari belakangku membuyarkan aku yang sedang membereskan tas di toko ibuku.
“Minnal aidzin ya. Kosong-kosong ok?” lanjutnya saat aku setengah putar badan menghadapnya.
“Oh, he em iya. Sama-sama .” jawabku sangat kaku dan serasa jadi orang kikuk sedunia.
Diapun membentuk senyum di sudut pipinya seraya berjalan meninggalkanku. Yah! Abin jauh berbeda dari Abin yang dulu kukenal. Dia jauh lebih tinggi dari aku bahkan dari teman-temannya. Tapi perutnya masih saja kurus. Memori itu kembali padaku.

Di hari yang suci itu membuatku menyesal mengapa bukan aku yang mengucapkan maaf untuknya. Namun justru dia. Abin.

Memulai masa-masa yang ditunggu oleh anak remaja ternyata cukup membuatku kerepotan sekaligus menyenangkan. Kerepotan untuk beradaptasi dengan dunia remaja dengan warna warni fantasinya. Namun semua terasa menyenagkan karena kini aku bisa tumbuh dewasa dengan segala nikmat sehat oleh-Nya. Tidak sepertinya.

“ Mbak, masuk aja.. ngobrol di dalam” kata seorang laki-laki jangkung mengingatkan udara di balkon rumah sakit yang mulai panas.
“Assalamu’alaikum..” ucapku seraya masuk dalam kamar 305.

Kupandangi seisi ruangan yang lebih dari 5 orang teman yang menjenguknya. Dia pantas mendapat semua ini. Dia pantas disayang orang, diperhatikan orang yang menyayangi kebaikannnya.
“Apa kabar kamu? Maaf ya baru bisa kesini sekarang.”tanyaku penuh rasa bersalah.
“Kalau kamu tanya kabarku, aku hanya bisa jawab aku sedang dikasih Allah secuil rasa sayang-Nya buat aku. Nggak apa-apa, kamu pasti sibuk sekolah ya?” jawabnya ringan seperti menahan pucat yang menyimpan rasa sakit.
“Aku kemarin ke sekolahmu loh.” sambungnya beberapa saat kemudian.

Dia sangat terobsesi untuk masuk SMA sekarang aku berada. Sayang nasib tak berpihak padanya. Kami tak kembali disatukan di SMA yang sama.
“Temannya SMP ya?” tanya seorang teman laki-lakinya tiba-tiba.
“Bukan! Mbak ini dulu adalah teman masa kecil Abin. Katanya kalau mbaknya gak masuk sekolah karena sakit, Abinpun juga membelot tak masuk sekolah. Ya kan mbak?”sahut gadis berparas manis dari belakangku.
“Iya, begitulah. Konyol ya?” celetukku asal-asalan.
“Nggak konyol kok. Itulah arti kata sahabat. Sahabat emang harus seperti itu.” Jawab Abin dengan wajah sok bijaknya yang diiringi gelak tawa seisi ruangan.

Mulai saat itulah aku menyadari. Menyadari jika aku bukanlah sahabat yang baik untukmu. Menyadari betapa jahatnya aku yang dengan mudahnya melupakan persahabatan itu. Saat kau berupaya membuka memori masa lalu tentang kita pada teman-temanmu. Terima kasih telah melibatkanku dalam ceritamu bersama teman-teman yang kamu miliki.

Setelah operasi atas penyakit pada saat itu, Allah memilih berada disisi-Mu dan Allah juga memilih kau berada disisi-Nya. Sedangkan di sini kami juga merindukan sosokmu, sahabat.

Semoga kau tetap dalam pelukkan-Nya, dalam kasih sayang-Nya, dan tetap di hati kami, para sahabatmu.

Minggu, 12 Februari 2012

Surat Untukmu

Teruntuk Dirimu.
Aku selalu percaya bahwa cinta adalah sebuah anugerah. Mereka yang jatuh cinta, adalah mereka yang beruntung dalam hidupnya. Karena sungguh tidak mudah untuk mencinta. Kau tahu, sejak menamatkan sekolah di sebuah sekolah menengah umum, aku mulai mencoba untuk jatuh cinta. Namun sungguh, meski telah berkali-kali kucoba untuk mencinta,  Aku tak pernah benar-benar jatuh cinta.

Pernah di suatu malam, kupagut bibir seorang wanita, menindihnya dalam kamar sempit di kosanku, menikmati jeritan kecilnya, hingga menemukan diriku dan dirinya berpeluh keringat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh-tubuh kami. Tapi apakah itu cinta. Itu bukan sebuah cinta. Karena aku sama sekali tak mencintainya. Kutahu banyak orang yang beranggapan bahwa kita saling mencinta. Namun mereka salah. Tahu apa mereka soal cinta.
Hingga pada akhirnya, pada sebuah titik hidup akupun percaya bahwa kebersamaan ternyata bisa menjadi tempat dimana benih akan cinta bisa muncul. Meski tidak semua kebersamaan akan berakhir dengan cerita cinta tentunya.
Aku, kamu dan kebersamaan. Yah, kebersamaan. Itu yang membuat benih cinta itu muncul. Semakin hari semakin besar hingga  tak mampu lagi ku memendamnya. Kamu memang cantik. Tato kupu-kupu di bagian punggungmu itu eksotis dan menggairahkan. Tapi bukan itu yang membuat benih cinta itu muncul.
Ini bukan soal gairah. Ini soal kedamaian. Ada damai saat bersamamu. Perasaan yang tak pernah aku temukan saat bersama dengan wanita-wanita lainnya.

Aku tahu akan berat rasanya menerima hal ini. Apalagi untukmu yang tak pernah percaya akan adanya cinta. Masa lalu yang kelam membuatmu percaya bahwa tak pernah ada cinta. Yang ada hanya nafsu. Bahwa hampir semua lelaki yang engkau kenal hanya ingin menikmati tubuh indahmu. “Lelaki itu brengsek. Mereka hanya mau nafsu.” Ujarmu kepadaku suatu ketika. Tapi mungkin kau lupa atau bahkan belum bertemu dengan lelaki yang ternyata tidak hanya melihat wanita dari sudut pandang itu. Lelaki yang tidak menyimpan otaknya di kelaminnya. Lelaki yang sungguh jatuh cinta. Yang menerimamu apa adanya dan tidak melihat masa lalumu sebagai sebuah masa lalu yang kelam. Lelaki yang percaya bahwa cinta adalah anugerah. Lelaki untukmu. Aku.
Sayangnya, kau memilih jalanmu. Engkau pergi sebelum kau mengetahui akan adanya cinta. Kau tak lagi merasa damai dengan dunia yang hanya membuatmu muak. Dunia yang dikuasai oleh nafsu, serakah dan angkara murka. Kamu kecewa pada dunia. Kecewa pada pemimpinmu, dan kecewa dengan lelaki-lelaki yang pernah mencintaimu. Kau tak menemukan sosok yang mampu mengeluarkanmu dari kelamnya dunia. Malam itu kau memutus urat nadimu, menikmati saat dimana darahnya keluar perlahan dari pergelangan tangamu hingga kemudian kaupun lemas, penglihatanmu tak lagi terang, kabur, lalu semuanya menjadi gelap. Engkau pergi untuk selama-lamanya. Ada senyum di bibirmu dalam tidur panjangmu itu.

Malam ini, di samping nisan tempatmu di baringkan kutulis surat ini untukmu. Berharap malam ini engkau datang menemuiku saat aku datang mengunjungimu. Akan kubacakan surat ini di atas nisanmu dengan setengah berteriak, seraya berharap engkau bisa mendengarnya.  Takkan kupedulikan orang-orang yang terkejut dan takut karena menganggapku kerasukan. Aku hanya ingin engkau tahu bahwa aku mencintaimu. Jangan pula kau abaikan setangkai mawar yang kutitipkan di sana. Setangkai mawar yang seharusnya kuberikan dahulu saat kau masih hidup.
Tenanglah kau di sana dalam damaimu. Bertemu Tuhanmu yang pasti mencintaimu. Disana, akan kau temukan cinta yang akan mendamaikanmu. 
Sebuah Cinta dari Tuhanmu. 
Dariku.