Jumat, 25 September 2015

Wanita Hebat Dan Si Penyembunyi

Hidup terlalu sulit bila tidak memperjuangkan segala sesuatunya dengan keikhlasan.
Mungkin itulah kalimat yang pantas untuk diberikan kepada seorang wanita muda bernama Yanti.
Yanti adalah gadis belia yang tinggal disalah satu kota metropolitan kecil di pulau Indonesia. Usianya baru sekitar 19 tahun, tapi kegigihannya dalam mengais rejeki patut diacungi empat jempol.
Bagaimana tidak, kesehariannya adalah sebagai salah satu pegawai di perusahaan penerbangan. Dengan jadwal kerja yang terbagi menjadi tiga (pagi, siang, dan malam), ia tak pernah mengeluhkan atas lelah yang ia rasakan.
Padatnya pekerjaan yang harus dilakoninya setiap hari tak pernah menyurutkan semangatnya untuk tetap tersenyum dan bersyukur atas nikmat yang sudah diberikan sang pencipta.
Apalagi bila ia sudah masuk bekerja pada sift malam, bukan hanya rasa lelah dan penat yang harus dihadapinya, tapi ia juga harus melawan rasa kantuk yang terkadang sangat luar biasa dan harus tetap menjaga konsentrasinya dalam bekerja.
Tapi mungkin ini hanyalah hal yang biasa bagi sebagian orang, bekerja hingga larut bahkan sampai berjumpa pagi lagi. Dan Yanti juga melewati batas biasa yang ada, ia juga bekerja "Part Time" pada salah satu perusahaan rokok ternama di Indonesia.
Ia bekerja sebagai Sales Promotion Girl (SPG). Namun ia bekerja di perusahaan itu tidaklah untuk setiap hari. Hanya bila ia Off di kantor pertamanya atau bila ia bekerja pada sift pagi.
Itupun tidak setiap saat, tapi lebih kepada menunggu panggilan kerja saja dari pihak perusahaan tersebut.
Dan bila Yanti sudah bekerja menjadi seorang SPG, terkadang ia harus membuang waktu istirahatnya hingga pukul 3 pagi. Sungguh perjuangan keras untuk wanita semuda dirinya, apalagi dengan godaan dari gemerlapnya kehidupan para kaum remaja masa kini yang identik dengan menghamburkan uang dan bergengsi tinggi untuk terus mengikuti perkembangan zaman yang semakin tercemarkan dengan budaya barat.
Sedangkan ia lebih banyak merelakan masa mudanya untuk mengais rejeki dan memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan yang cukup banyak, kebutuhan yang harus ia tanggung sendiri, kebutuhan yang harus terpenuhi setiap bulannya, kebutuhan yang memang menjadi prioritas utamanya.

Setahun lebih sudah ia menekuni 2 pekerjaan didalam hidupnya. Semua berjalan dengan baik. Kebutuhan terus tercukupi, bahkan sangat sering ia juga membantu perekonomian dirumah, mengingat sang Ayah juga sudah pensiun dari pekerjaannya beberapa tahun silam.
Tapi ibarat burung yang sedang terbang, semakin tinggi ia mampu terbang akan semakin kencang angin yang mencoba menjatuhkannya. Seperti itulah keadaan yang ia hadapi kini. Banyak orang yang mencoba untuk menyudutkannya karena pekerjaan Part Timenya tersebut.
Entah apa maksud dan tujuan mereka. Iri, dengki, syirik, benci, atau apapun itu tidaklah Yanti tahu akan alasan mereka.
Dan apapun alasannya, hal tersebut cukup mengganggu fikiran Yanti dalam beberapa hari ini. Ia menjadi tidak tenang, bad mood, dan merasa tidak nyaman dalam melakukan segala aktifitas apapun.

"Apa salahnya seorang SPG??", tanya Yanti kepada Ajeng yang merupakan teman baiknya dari masa SMK dulu.
"Bukankah itu pekerjaan yang Halal?? Kenapa mereka mengurusi urusan pekerjaanku??"
"Aku juga tidak pernah melakukan hal-hal aneh diluar sana", timpalnya lagi.
Ajeng pun hanya mengangguk pelan berkali-kali dan mengernyitkan dahi seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Mereka hanya menilaimu dari luar, mereka tak tahu tujuanmu melakukan itu semua, mereka tak tahu niat luar biasamu Yan. Tak seharusnya kamu menjadikan ini suatu permasalahan yang besar", ucap Ajeng.
"Yaaaa meskipun apa yang mereka perbincangkan tentang kamu juga tidak salah sih...", sahut Ajeng lagi.
"Namanya manusia Yan..... pasti banyak yang suka mengurusi urusan orang lain tak perduli siapa yang benar dan siapa yang salah."
"Kita juga nggak tahu kan niat mereka mengomentarin kamu itu apa??"
"Niat mereka baik atau tidak kita nggak tahu!!"
"Tinggal kamunya saja yang harus mencari tahu cara menghadapinya itu dengan cara yang seperti apa!!"
Yanti hanya tertunduk mendengarkan semua yang diucapkan oleh Ajeng.
Ia akui, sulit memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar. Sulit ia putuskan malam itu juga apa yang harus dilakukan selanjutnya.


                                                 *****

Pagi ini, awan mendung menghiasi langit dikota tempat Yanti tinggal. Sudah beberapa bulan terakhir, hujan enggan menyapa permukaan bumi ini. Hanya ada langit yang gelap tanpa ada air yang turun. Ditambah lagi dengan kabut asap yang menyelimuti akibat banyaknya pembakaran lahan dan kebakaran hutan yang disebabkan kemarau berkepanjangan. Tapi hal demikian tak mempengaruhi keindahan senyum Yanti. Senyum yang cukup menggambarkan tentang indahnya dunia, senyum penuh ketulusan dari seorang hawa yang mampu memikat kaum adam mana saja yang melihatnya.
Tak terkecuali Reza, seorang pemuda dengan segala ketersembunyiannya. Teman baru Yanti yang juga merupakan salah satu teman di lokasi kerjanya.
Sudah cukup lama mereka berteman di sosial media, tapi baru beberapa hari belakangan ini mereka bertatap muka secara langsung dan menjalin komunikasi sederhana.
Tapi selama mereka berteman di sosial media, acap kali Reza melihat-lihat dan mengunjungi beranda sosial media milik Yanti. Sekedar mengatasi rasa penasaran dan keingintahuannya terhadap seorang Yanti. Yaaaa..... mengatasi rasa ingin tahu dengan segala ketersembunyiannya. Karena Reza merupakan salah satu pria dengan tingkat keanehan yang cukup tinggi. Terlalu pemalu terhadap orang yang disukainya, padahal Reza memiliki tingkat kekocakkan yang besar bila ia sedang bersama teman-teman sepermainannya.

Yanti begitu bersemangat hari ini, bergegas ia menyalakan mesin motornya untuk pergi bekerja. Dilihatnya jam tangan kecil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul 07.40. Hanya 20 menit waktu tersisa baginya untuk bisa sampai di tempat ia bekerja. Tapi tak menjadi masalah melihat jarak rumah menuju tempat kerjanya yang tergolong dekat.
Semangat Yanti bukan untuk segera sampai di kantor, bertemu rekan kerja, dan melakukan pekerjaan yang biasa ia lakukan. Melainkan semangat untuk segera bisa menyelesaikan hari ini sembari berharap waktu akan berputar lebih cepat dari biasanya. Agar ia dapat segera pulang dan di malam harinya bisa kembali bekerja menjadi seorang SPG.

                                                *****

"Deg deg deg deg deg.....", Jantung Reza berdegup lebih kencang dari biasanya takkala ditatapnya tajam wajah Yanti dari kejauhan. Tak ingin ketahuan bila ia sedang memperhatikan Yanti yang sedang asyik duduk memainkan jemarinya dilayar handphonenya, Reza hanya berani menatapnya sesekali dan beberapa detik saja lalu segera berpura mengalihkan pandangannya kearah lain.
Ketersembunyian Reza berdampak hal istimewa pada dirinya, ia menjadi orang yang pandai dalam menyembunyikan perasaannya, termasuk rasa sakitnya. Ia lebih memilih untuk mencintai dalam diam. Ia lebih suka menjadi hening ditengah ramai.

Lebih dekat ditatapnya, didapatkannya tatapan mata itu. Tatapan gelisah yang syarat akan pilu. Sorot mata kosong yang mengambang dalam kebimbangan.
"Ada yang berbeda dari matanya, tak seperti saat pertama kali bertemu", gumam Reza dalam hati.
Diberanikannya untuk bertanya pada Yanti, apa yang sedang terjadi padanya.
Yanti tersentak seketika kala Reza bertanya tentang keadaan dirinya, Yanti pun sempat terkejut kenapa Reza bisa mengetahui bahwa dirinya sedang tidak dalam kondisi yang biasa.
Akhirnya tanpa setitik keraguan pun Yanti menceritakan kronologi permasalahan yang sedang dihadapinya.
Sepatah demi patah kata yang terucap dari mulut Yanti, dicoba untuk diartikan lebih jauh oleh Reza.
Tampak Reza yang terus mengernyitkan dahi dan memicikkan matanya, berkonsentrasi pada apa yang didengarnya.
Ternyata Yanti dikucilkan dan dijadikan bahan obrolan negatif karena dianggap sebagai wanita yang tidak bisa menempatkan diri dalam keseharian serta aktifitas pekerjaannya.
Saat ia sedang menjalankan tugas sebagai seorang staff di perusahaan penerbangan, ia menggunakan hijab untuk menutup auratnya. Sedangkan pada saat ia menjalani pekerjaan sebagai seorang SPG, ia harus mengenakan dress tanpa lengan yang terbilang memang agak sedikit terbuka.
Reza memejamkan matanya..... mencoba berfikir untuk mencari solusi paling tepat untuk Yanti dalam menghadapi permasalahan ini.
Reza membenarkan posisi duduknya, dikepalkan kedua tangannya menjadi satu dan menatap Yanti secara serius.
Ia menjelaskan agar Yanti tetap pada jalur yang semestinya. Mencoba untuk meyakinkan mereka yang mengumpat dirinya untuk tidak lagi mencibir seperti itu. Karena Yanti memiliki alasan cukup kuat untuk melakukan itu semua, tanggungan yang dimilikinya cukuplah besar. Dan ia harus menghasilkan nominal yang cukup banyak perbulannya untuk memenuhi itu semua.
Dan Reza pun meyakinkan kepada Yanti, bahwa suatu saat nanti Yanti memang harus memilih salah satu diantara keduanya.
"Mana yang bisa menjadi prioritas utamanya, cuma Yanti yang bisa menentukan...", ucap Reza.
"Karena nasi sudah menjadi bubur, maka ia tidak akan bisa kembali lagi menjadi nasi. Hanya saja bagaimana cara kita untuk bisa memberi bumbu pada bubur tersebut agar menjadi lezat", lanjut Reza.
Yanti diam sejenak.... dan hanya mengangguk lirih mendengar apa yang disampaikan oleh Reza.

                                              *****


Hari demi hari berlalu begitu cepat....
Senyum yang diukir menjadi lebih indah daripada sebelumnya.
Tak lagi dilihatnya linangan perih dari mata seorang Yanti.
Semuanya sudah berubah semenjak hari itu, Yanti menjadi memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang kuat dalam menghadapi sikap teman-temannya.
Yanti kembali meraih setitik terang yang hilang karena ditelan kebimbangannya.
Ia telah kembali....
"Semoga terus seperti itu.....", Reza menuliskan kalimatnya disebuah lembaran tissue kala ia mengingat perubahan yang terpancar dari diri Yanti kala ia bertemu kemarin sore. Diseruputnya tegukan terakhir dari cappuchino panasnya. Lalu dimainkannya irama  keberhasilan dari harmonikanya malam itu. Disingkapnya pekat malam dengan cahaya binar dari sorot matanya, dipecahkannya hening malam dengan alunan nada sederhananya.
"Yanti hanya butuh kompas untuk tahu jalan mana yang harus ia ambil, sisanya akan diselesaikannnya sendiri perjalanan itu", fikir Reza dalam hati disela pejaman matanya.

Rasa itu tumbuh begitu cepat, rasa aneh yang menyinggahi permukaan hati Reza.
Rasa yang sebenarnya tak juga ia ketahui apa namanya.
Rasa yang tak pernah secepat itu menyelimuti benaknya.
Tapi kembali Reza hanya berlindung pada ketersembunyiannya. Mencoba menikmati rasa dibalik gunung tinggi bernama rahasia. Menyelipkan nama Yanti disetiap sujudnya, menggolongkan Yanti sebagai salah satu alasan agar ia terus bangun di pagi hari, dan menjadikan Yanti sebagai salah satu orang yang harus ia jaga senyumnya dari airmata yang kapan saja bisa datang menghapus senyum itu.

Rasa itu akan terbalas atau tidak, itu tak pernah difikirkan oleh Reza. Karena yang ia tahu, adalah hanya untuk kebahagiaan Yanti.
Bersamanya atau tidak, itu tak menjadi hambatan bagian Reza. Karena yang ia tahu, tujuan itu hanya untuk kebahagiaan Yanti.
Bukan tanpa usaha, Reza hanya mencoba berserah pada apa yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Ada kesempatan atau tidak, Tuhan yang mengatur semua.
Karena yang ia tahu, meski tak menjadi pilihan, tak mendapat balasan perasaan, tak diberi kesempatan, apapun diperjuangkannya untuk kebahagiaan Yanti.