Hari itu 12 April 2014… Hutan Lindung Sungai Wain menjadi
saksi dari keberanian dan kebersamaan kita berdelapan.
Aku, Reval, Chris, Ojan, Panca, Matthiuw, Nia, dan Indah
mencoba untuk menikmati indahnya alam yang telah Tuhan titipkan. Bagi kami,
alam adalah sahabat dan bukanlah sebuah musuh yang harus ditakuti apalagi
dihindari. Betapa indah dan damainya ketika kami berada disana. Mendengarkan
suara-suara dari berbagai fauna, menikmati semilir angin yang menyapa tubuh
kami, dan akhirnya kami melakukan sebuah perjalanan untuk melintasi alam kurang
lebih 10km jaraknya.
Sebenarnya tracking ini sudah terencana sejak 3 minggu yang
lalu, namun ada satu faktor utama dan beberapa faktor pendukung lainnya mengapa
baru bisa kami lakukan hari ini. Faktor utamanya sih menyangkut si meonk,
naaahh begini kronologinya…. Ada suatu semangat menggebu yang kutangkap dari
raut wajahnya saat aku bersama yang lain tengah membahas masalah tracking
tersebut. Aku mengetahui benar bahwa ia sangat ingin untuk ikut. Aku merasa
sangat tidak setuju, karena ini mengenai keselamatan dan bahaya serta resiko
yang harus dihadapi nanti. Apalagi tracking kami ini bakal dilakukan sampai
malam hari, dan teman-teman yang lain juga boleh dikatakan belum berpengalaman
untuk hal-hal demikian. Aku hanya tidak ingin ada setitik bahayapun yang
mencoba untuk menghampirinya. Dan pastinya aku akan menjadi orang yang merasa PALING BERSALAH bila ada sesuatu yang menimpa dirinya bila ia ikut kami untuk
tracking.
Okeelah… mari kita kembali lagi…. Hahahaa…..
Tepat pukul 15.00, kami sampai di HLSW. Segera kutelepon
orang yang akan memandu kami untuk memasuki hutan, ia bernama Ade. Ade adalah
referensi dari Pak Agus yang berhalangan untuk mendampingi kami. Dan Pak Agus
adalah pemandu utama untuk tour dan tracking di HLSW. Namun karena ada urusan yang tak kalah pentingya,
beliau berhalangan hadir dan memberikan mandat kepada staffnya untuk menemani
kami. Kurang lebih 30 menit kami melakukan persiapan, mulai dari mengganti
sepatu dengan sepatu boots, mengganti pakaian, buang air, dan briefing kecil
yang kuarahkan mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama didalam
hutan.
Kami mulai berjalan menyusuri daerah perkampungan untuk
menuju gerbang track 1 yang akan kami lewati. Kurang lebih 2km yang akan kami
tempuh, tapi ilah salah satu hanyalah jarak yang sangat dekat menurutku,
bukanlah sebuah tantangan yang berarti sekali. Dan benar terbukti hanya kurang
lebih 45 menit kami sudah berhasil menyelesaikan track 1. Sungguh teramat tidak
puas rasanya, seperti seekor singa yang tak mendapatkan mangsanya meski sudah
didepan mata. Akhirnya dengan segenap keberanian yang kami kumpulkan, akhirnya
tracking kami lanjutkan kembali tanpa pemandu. Selama perjalanan kami bercerita
satu sama lain, menceritakan kehidupan pribadi dan hal-hal lainnya. Kami juga sempat
merasakan sejuknya air yang asli lahir dari alam saat mencuci muka menggunakan
air dari danau kecil yang terdapat dijalur 2. Dari 7 jalur tracking yang
tersedia di HLSW, kami menelusuri semua jalurnya. 3 track awal terlihat biasa
sampai kita berada diposnya. Pos yang berada didataran tinggi, terdapat sebuah
rumah tua yang terbuat dari kayu. Kuperhatikan satu persatu raut wajah mereka,
dapat kuartikan begitu banyak pertanyaan yang timbul dikepala mereka ketika
melihat rumah tua itu. Dan sebut saja namanya Reval, ia adalah salah satu
makhluk pemberani diantara kami, dialah yang terlihat sangat penasaran terhadap
rumah tua itu, sampai terucap kalimat bahwa ia ingin masuk kedalam situ.
Spontan aku langsung menegur dan melarangnya. Alasan kuat kenapa aku
melarangnya adalah karena niat kami adalah ingin tracking dan bukan mencari hal
yang berbau mistis meskipun aku juga sangat menyukai hal demikian.
Tracking kami lanjutkan untuk melewati jalur track
selanjutnya, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Kuminta agar langkah sedikit
dipercepat agar kita juga tidak terlalu malam untuk menyelesaikan kesemua track
yang ada. Terdapat penanda jalan yang terbuat dari pita berwarna cerah yang
nampaknya adalah penanda para tracker sebelum kami. Kami terus mengikuti
penanda tersebut sembarti kami juga memasang tanda sendiri. Tibalah kami di
simpang jalur pos 4. Tidak ada tempat istirahat, hanya ada persimpangan jalur
disana. Keegoisan mulai terlihat dari masing-masing diri kami, walau hanya
sedikit tapi sikap egois itu bisa berakibat fatal sekali bagi keselamatan kami
semua. Beberapa diantara mereka sebut saja Mathiuw dan Reval, sangat ingin dan
merasa tertarik terhadap jalur yang mengarah ke barat daya kami itu. Ada
secarik kertas putih terlaminating yang bertuliskan “Dilarang Masuk” yang
tertempel di pohon didepan mulut jalur track tersebut. Dan bila kuperhatikan,
pita penanda tracker sebelumnya memang tidak mengarah kesana, melainkan kearah
timur laut kami.
Setelah ada perselisihan di persimpangan tadi, akhirnya kami
memutuskan untuk tetap mengikuti arah pita seperti di track sebelumnya.
Beberapa diantara kami terlihat cukup lelah dan mengucurkan keringat yang cukup
deras. Kami memutuskan untuk berhenti di sebuah turunan gunung dan beristirahat
sejenak. Kamipun tak lupa mengabadikan momen kami tersebut. Dengan menyusun
sebuah formasi mengikuti budaya berfoto yang telah banyak merasuki hidup
sebagian manusia atau yang biasa disebut “Selvi”,
kamipun berganti-gantian untuk berfoto. Hari kian gelap, sudah menunjukkan
pukul 05.30. Kamipun memulai langkah
lagi. Medan tracking kian berat, banyak rumput-rumput tinggi, pepohonan
tumbang, dan rawa-rawa yang harus kami hadapi. Ada hawa yang berbeda dari
jalur-jalur sebelumnya, Yaaaa…… sekarang kami berada di daerah berkelembapan
yang lebih tinggi. Kuperhatikan pita-pita penanda juga sudah mulai jarang
terlihat dan mataharipun mulai membenamkan tubuhnya. Selang beberapa saat,
adzan Maghrib berkumandang. Memang tidak terdengar, tapi kurang lebih harusnya
memang sudah menunjukkan waktunya. Kami kembali rehat sejenak sembari
menghabiskan waktu maghrib, karena menurutku bukan hal yang baik bila kami
melanjutkan perjalanan pada jam-jam seperti itu. Hampir setengah jam kami
beristirahat, kegelapan semakin menyelimuti sekeliling kami. Bahkan sangat
gelap rasanya.
“Ayo kita jalan lagi biar ngga terlalu malam selesainya”,
Ucapku kepada semua. Sedikit terkejut saat kutanyai mengenai senter untuk
penerangan kami, ternyata tidak ada satupun diantara mereka yang membawa
senter. Untungnya aku membawa kedua senterku, senter yang menjadi andalanku
saat mendaki di Mahameru-Jawa Timur. Satu buah senter besar dan satu buah
senter yang biasa diletakkan dikepala. Untuk yang kedua kalinya senter-senter
itu kembali menjadi andalan. Aku langsung mengambil posisi paling depan,
disusul dengan Ozan, indah, Nia, Reval, Matthiuw, dan Chris. Kuikatkan dan kubentangkan
tali raffia dipergelangan tangan agar kami tetap bersama dan tidak terpisah
satu sama lain.
Langkah kaki mengecil, karena keterbatasan pandangan dan
juga tali yang mengikat tangan kami. Perjalanan terasa kian lama karena memang
kami harus melipatgandakan kewaspadaan terhadap hewan-hewan liar ataupun
pohon-pohon yang ada disekliling kami. Senter besarku hanya memiliki jarak
kurang lebh sampai 10 meter kedepan, kutajamkan pandanganku agar bisa memandang
lebih jauh. Kurasakan suasana yang sedikit berbeda pada malam hari itu. Bau
anyir, kembang, suara-suara mendesis seperti orang yang ingin membisikkan
sesuatu, dan kurasakan sekali seperti ada banyak orang selain kami yang tengah
memperhatikan kami berjalan. Entah hanya aku atau semua juga ikut merasakannya,
tapi menurutku itu adalah hal yang wajar. Karena didunia ini tidak hanya umat
manusia yang menempatinya, tapi banyak pula makhluk-makhluk ciptaan Tuhan
lainnya yang jauh sudah ada sebelum manusia diciptakan.
Sesekali aku menengok kebelakang untuk memastikan keadaan
rekan-rekanku yang lain. Sesekali jua kutanya keadaan fisik mereka. Wajah
tegang dan khawatir tidak bisa mereka tutupi, dapat dengan jelas kulihat. Harus
kuakui akupun juga sedikit tegang, tapi tetap kucoba untuk tetap tenang agar
mereka juga tidak menjadi panik.
Kami kembali menemui persimpangan setelah beberapa ratus
meter berjalan setelah break adzan maghrib tadi. Disini kembali terjadi konflik
kecil yang bisa berakibat fatal, disatu sisi track terpampang tulisan “Jalur
3B”. Terdapat pula sebuah plang memanjang
bertuliskan ß
5000m – 5010m à.
5000m mengarah kearah jalur depan kami dan yang 5010m mengarah ke jalur
bertuliskan “Jalur 3B” tadi. Tidak ada satupun pita yang kulihat di kedua jalur
tersebut, aku juga sempat terbingungkan dengan hal itu sebelum aku menggunakan
nalarku untuk memilih arah. Bagi pendaki atau tracker hal tersebut sangatlah
sering dijumpai, disitulah kekompakkan tim, kebersamaan, dan keegoisan akan
terlihat. Seandainya saja ada salah satu diantara sebuah kelompok yang tidak
kompak, atau egois dan ingin menuruti kemauannya sendiri, dan ia memutuskan
untuk memisahkan diri dari kelompoknya, memilih jalur yang berbeda, maka
kelompok tersebut sudah dapat dikatakan terpecah dan tidak memiliki rasa
kebersamaan yang kuat. But… syukur Alhamdulillah kami tidak termasuk sebagai
kelompok yang demikian. Kesemua rekanku bisa menyatukan hati dan fikirannya
untuk tetap fokus dan menjatuhkan pilihan pada jalur yang sama.
Kutelusuri terus jalur yang kami pilih tadi, didalam hati ku lafazkan terus dzikir agar diberikan
keselamatan pada malam itu. Sampai pada akhirnya kami menemukan tanda-tanda
bahwa kami memang berada pada jalur yang benar.
“Aaalllhaamduuliillllaaahhhh…….”, serentak kami mengucapkan
puji syukur saat kami melihat dua persimpangan terakhir yang menjadi tanda kami
sudah berada di track 1, sekaligus menjadi penanda selesainya tracking kami pada malam itu. Mereka
terlihat begitu senang dan lega telah berhasil menyelesaikan trackingnya,
segeranya kami kembali ke pos 1 untuk beristirahat. Kami menyusuri jembatan tua
yang cukup panjang, suara burung, jangkrik, dan hewan-hewan lainnya begitu
tajam terdengar masuk ke telinga kami. Kami mendapati pemandangan yang sangat
jarang kami temui, sepanjang jembatan tersebut terdapat banyak sekali
kunang-kunang yang berterbangan. Cahaya kecil berwarna kuning dari tubuhnya
seakan menjadi penyempurna suasana
gembira yang kami rasakan.
Dibawah langit
berbintang, dibawah cahaya bulan penuh di hutan lindung Sungai Wain, kami Duta
Wisata Manuntung Balikpapan berhasil melewati semua track yang ada didalamnya.
Dan suatu kebanggaan aku bisa bersama mereka pada malam itu. Kami merayakan keberhasilan
itu dengan berfoto-foto ria. Bergaya bak laksana bulan yang memanggil
#lohengganyambung…. Maksudnya laksana model yang sedang dalam sesi pemotretan.
Memanfaatkan semua SDP(sumber daya properti) yang ada dari senter, daun-daun
kering, topi, dan masih banyak lagi yang bila kusebutkan bakal banyak banget,
tapi tetaplah…. engga bakal bisa menyaingi banyaknya cintaku buat si doi
#LOHHHH
Kurang lebih pukul 20.00 kami kembali ke pos keamanan, kami
menunggu pak Agus yang sebelumnya juga telah meneleponku menanyai tentang
keadaan kami. Kami berganti pakaian, mencuci tangan dan muka, bercerita,
tertawa bersama, seakan tidak ada rasa lelah ditubuh kami. Tak lama kemudian
hujan turun mengguyur kota Balikpapan. Tak kubayangkan jika hujan turun lebih
awal saat kami masih didalam hutan tadi. Panca, Indah, Nia dan Ozan pamit untuk
pulang lebih dulu. Mungkin karena rasa lelah mereka sudah mulai terasa atau
kebetulan hujan juga sudah mulai berhenti turun dari langit. Tersisalah aku,
Reval, Chris, dan Matthiuw yang masih bertahan untuk menunggu pak Agus. Sesaat
mereka hendak pulang, disaat yang bersamaan pak Agus juga datang dan langsung menyalami
mereka. Kemudian menghampiri kami yang tersisa di pendopo pos keamanan. Pak
Agus sangat kagum kepada kami karena telah berhasil melewati semua track tanpa
pendamping. Dia menceritakan pengalamannya selama puluhan tahun menjadi penjaga
HLSW, sangat banyak sekali. Menambah pengetahuan kami, dan kembali memberikan rasa
penasaran yang cukup besar. Bahkan beliau menantang kami untuk tracking tengah
malam. Waaahhhh….. bisa dimasukkan kedalam agenda fikirku.
Kurang lebih pukul 22.30 kami pamit pulang, ada lantuman
dari dalam perut kami. Lapar binggiiittt dah…. Aku yang berboncengan dengan
Reval berbagi cerita tentang apa saja yang kami lihat didalam hutan tadi. Ternyata
kurang lebih sama saja yang kami lihat dan rasakan. Akhirnya kami memutuskan
untuk diner di rumah makan nasi goreng yang tak boleh disebutkan namanya.
Hahahahahaa……… Okeehh…. Kita udahan dulu, nantikan petualangan selanjutnya di “Sungai
Air Hitam, Semboja” bersama kami Duta Wisata Manuntung Balikpapan 2014.
Sebuah pengalaman yang
sangat berharga, berpetualang bersama kalian keluarga kecilku. Akan kuceritakan
kepada anak cucuku nanti #copasfilm5cm.