Minggu, 27 April 2014

Membuat Wanita Penasaran

Pernah nggak sih kalian mendengar atau mengalami sendiri kisah dimana seorang wanita yang mana selama ini kalian dekatin dengan sangan intensif tiba-tiba saja bisa tertarik bahkan jadian sama seorang pria yang setahu kalian sangat jarang atau mungkin tidak pernah terlihat menghabiskan waktu dengannya?
Saat itu terjadi, kalian biasanya akan berfikir, “Kok bisa sih? Dia malah jadian sama cowo yang jarang keliatan, bahkan nggak pernah ngebantuin dia? Yang jarang telepon, nanyain kabar, nggak care dan kenal luar-dalam kayak aku gini?”. Setelah itu disusul lagi dengan pertanyaan-pertanyaan pilu yang semakin memperparah keadaan kalian. “Apa sih kekurangan aku? Dia butuh ini aku kasih, aku beliin, aku sediain, aku turutin…”

Seorang pakar psikolog terkenal mengatakan “Berilah kepastian untuk mendapatkan kepastian”. Manusia cenderung baru merasa bahwa sesuatu itu berharga ketika mereka sudah kehilangannya atau membutuhkan perjuangan untuk mendapatkannya. Ketika seorang pria berusaha menjadi seseorang Nice Guy yang selalu menyediakan diri untuk wanita yang dia sukai, pria tersebut sedang memberi kepastian bahwa dia sangat tertarik dengannya. Pria tersebut jelas-jelas terlihat rela melakukan apa saja agar membuat hati sang wanita senang dan bersedia menerima dirinya sebagai kekasihnya.

Pria tersebut telah  membuat garis lurus yang dapat dibaca dengan mudah arahnya oleh sang wanita. Pria tersebut gagal menyediakan sensasi penasaran akan betapa ajaibnya dan misteriusnya dunia sang pria karena dia terus menerus hadir dalam hidupnya kapan saja bahkan sebelum sang wanita memintanya.

Solusinya cukup jelas yaitu menghindari gaya Nice guy dan perlakukan spesial seperti yang sudah dijelaskan diatas. Janganlah kalian ragu untuk menolak jikalau dia meminta bantuan disaat kalian sedang sibuk. Beri ia kesempatan untuk bertanya-tanya apakah sebenarnya kalian tertarik padanya atau tidak. Beri ia kesempatan untuk merasa penasaran, merasa kehilangan dan merasa rindu terhadap pribadi kalian. Dengan demikian, kalian sedang menciptakan ketidakpastian yang akan memastikan ketertarikannya terhadap diri kalian. 

Sabtu, 26 April 2014

Tracking Hutan Lindung Sungai Wain

Hari itu 12 April 2014… Hutan Lindung Sungai Wain menjadi saksi dari keberanian dan kebersamaan kita berdelapan.
Aku, Reval, Chris, Ojan, Panca, Matthiuw, Nia, dan Indah mencoba untuk menikmati indahnya alam yang telah Tuhan titipkan. Bagi kami, alam adalah sahabat dan bukanlah sebuah musuh yang harus ditakuti apalagi dihindari. Betapa indah dan damainya ketika kami berada disana. Mendengarkan suara-suara dari berbagai fauna, menikmati semilir angin yang menyapa tubuh kami, dan akhirnya kami melakukan sebuah perjalanan untuk melintasi alam kurang lebih 10km jaraknya.

Sebenarnya tracking ini sudah terencana sejak 3 minggu yang lalu, namun ada satu faktor utama dan beberapa faktor pendukung lainnya mengapa baru bisa kami lakukan hari ini. Faktor utamanya sih menyangkut si meonk, naaahh begini kronologinya…. Ada suatu semangat menggebu yang kutangkap dari raut wajahnya saat aku bersama yang lain tengah membahas masalah tracking tersebut. Aku mengetahui benar bahwa ia sangat ingin untuk ikut. Aku merasa sangat tidak setuju, karena ini mengenai keselamatan dan bahaya serta resiko yang harus dihadapi nanti. Apalagi tracking kami ini bakal dilakukan sampai malam hari, dan teman-teman yang lain juga boleh dikatakan belum berpengalaman untuk hal-hal demikian. Aku hanya tidak ingin ada setitik bahayapun yang mencoba untuk menghampirinya. Dan pastinya aku akan menjadi orang yang merasa PALING BERSALAH bila ada sesuatu yang menimpa dirinya bila ia ikut kami untuk tracking.
Okeelah… mari kita kembali lagi…. Hahahaa…..

Tepat pukul 15.00, kami sampai di HLSW. Segera kutelepon orang yang akan memandu kami untuk memasuki hutan, ia bernama Ade. Ade adalah referensi dari Pak Agus yang berhalangan untuk mendampingi kami. Dan Pak Agus adalah pemandu utama untuk tour dan tracking di HLSW. Namun  karena ada urusan yang tak kalah pentingya, beliau berhalangan hadir dan memberikan mandat kepada staffnya untuk menemani kami. Kurang lebih 30 menit kami melakukan persiapan, mulai dari mengganti sepatu dengan sepatu boots, mengganti pakaian, buang air, dan briefing kecil yang kuarahkan mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama didalam hutan.
Kami mulai berjalan menyusuri daerah perkampungan untuk menuju gerbang track 1 yang akan kami lewati. Kurang lebih 2km yang akan kami tempuh, tapi ilah salah satu hanyalah jarak yang sangat dekat menurutku, bukanlah sebuah tantangan yang berarti sekali. Dan benar terbukti hanya kurang lebih 45 menit kami sudah berhasil menyelesaikan track 1. Sungguh teramat tidak puas rasanya, seperti seekor singa yang tak mendapatkan mangsanya meski sudah didepan mata. Akhirnya dengan segenap keberanian yang kami kumpulkan, akhirnya tracking kami lanjutkan kembali tanpa pemandu. Selama perjalanan kami bercerita satu sama lain, menceritakan kehidupan pribadi dan hal-hal lainnya. Kami juga sempat merasakan sejuknya air yang asli lahir dari alam saat mencuci muka menggunakan air dari danau kecil yang terdapat dijalur 2. Dari 7 jalur tracking yang tersedia di HLSW, kami menelusuri semua jalurnya. 3 track awal terlihat biasa sampai kita berada diposnya. Pos yang berada didataran tinggi, terdapat sebuah rumah tua yang terbuat dari kayu. Kuperhatikan satu persatu raut wajah mereka, dapat kuartikan begitu banyak pertanyaan yang timbul dikepala mereka ketika melihat rumah tua itu. Dan sebut saja namanya Reval, ia adalah salah satu makhluk pemberani diantara kami, dialah yang terlihat sangat penasaran terhadap rumah tua itu, sampai terucap kalimat bahwa ia ingin masuk kedalam situ. Spontan aku langsung menegur dan melarangnya. Alasan kuat kenapa aku melarangnya adalah karena niat kami adalah ingin tracking dan bukan mencari hal yang berbau mistis meskipun aku juga sangat menyukai hal demikian.

Tracking kami lanjutkan untuk melewati jalur track selanjutnya, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Kuminta agar langkah sedikit dipercepat agar kita juga tidak terlalu malam untuk menyelesaikan kesemua track yang ada. Terdapat penanda jalan yang terbuat dari pita berwarna cerah yang nampaknya adalah penanda para tracker sebelum kami. Kami terus mengikuti penanda tersebut sembarti kami juga memasang tanda sendiri. Tibalah kami di simpang jalur pos 4. Tidak ada tempat istirahat, hanya ada persimpangan jalur disana. Keegoisan mulai terlihat dari masing-masing diri kami, walau hanya sedikit tapi sikap egois itu bisa berakibat fatal sekali bagi keselamatan kami semua. Beberapa diantara mereka sebut saja Mathiuw dan Reval, sangat ingin dan merasa tertarik terhadap jalur yang mengarah ke barat daya kami itu. Ada secarik kertas putih terlaminating yang bertuliskan “Dilarang Masuk” yang tertempel di pohon didepan mulut jalur track tersebut. Dan bila kuperhatikan, pita penanda tracker sebelumnya memang tidak mengarah kesana, melainkan kearah timur laut kami.

Setelah ada perselisihan di persimpangan tadi, akhirnya kami memutuskan untuk tetap mengikuti arah pita seperti di track sebelumnya. Beberapa diantara kami terlihat cukup lelah dan mengucurkan keringat yang cukup deras. Kami memutuskan untuk berhenti di sebuah turunan gunung dan beristirahat sejenak. Kamipun tak lupa mengabadikan momen kami tersebut. Dengan menyusun sebuah formasi mengikuti budaya berfoto yang telah banyak merasuki hidup sebagian manusia atau yang biasa disebut “Selvi”, kamipun berganti-gantian untuk berfoto. Hari kian gelap, sudah menunjukkan pukul  05.30. Kamipun memulai langkah lagi. Medan tracking kian berat, banyak rumput-rumput tinggi, pepohonan tumbang, dan rawa-rawa yang harus kami hadapi. Ada hawa yang berbeda dari jalur-jalur sebelumnya, Yaaaa…… sekarang kami berada di daerah berkelembapan yang lebih tinggi. Kuperhatikan pita-pita penanda juga sudah mulai jarang terlihat dan mataharipun mulai membenamkan tubuhnya. Selang beberapa saat, adzan Maghrib berkumandang. Memang tidak terdengar, tapi kurang lebih harusnya memang sudah menunjukkan waktunya. Kami kembali rehat sejenak sembari menghabiskan waktu maghrib, karena menurutku bukan hal yang baik bila kami melanjutkan perjalanan pada jam-jam seperti itu. Hampir setengah jam kami beristirahat, kegelapan semakin menyelimuti sekeliling kami. Bahkan sangat gelap rasanya.

“Ayo kita jalan lagi biar ngga terlalu malam selesainya”, Ucapku kepada semua. Sedikit terkejut saat kutanyai mengenai senter untuk penerangan kami, ternyata tidak ada satupun diantara mereka yang membawa senter. Untungnya aku membawa kedua senterku, senter yang menjadi andalanku saat mendaki di Mahameru-Jawa Timur. Satu buah senter besar dan satu buah senter yang biasa diletakkan dikepala. Untuk yang kedua kalinya senter-senter itu kembali menjadi andalan. Aku langsung mengambil posisi paling depan, disusul dengan Ozan, indah, Nia, Reval, Matthiuw, dan Chris. Kuikatkan dan kubentangkan tali raffia dipergelangan tangan agar kami tetap bersama dan tidak terpisah satu sama lain.
Langkah kaki mengecil, karena keterbatasan pandangan dan juga tali yang mengikat tangan kami. Perjalanan terasa kian lama karena memang kami harus melipatgandakan kewaspadaan terhadap hewan-hewan liar ataupun pohon-pohon yang ada disekliling kami. Senter besarku hanya memiliki jarak kurang lebh sampai 10 meter kedepan, kutajamkan pandanganku agar bisa memandang lebih jauh. Kurasakan suasana yang sedikit berbeda pada malam hari itu. Bau anyir, kembang, suara-suara mendesis seperti orang yang ingin membisikkan sesuatu, dan kurasakan sekali seperti ada banyak orang selain kami yang tengah memperhatikan kami berjalan. Entah hanya aku atau semua juga ikut merasakannya, tapi menurutku itu adalah hal yang wajar. Karena didunia ini tidak hanya umat manusia yang menempatinya, tapi banyak pula makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya yang jauh sudah ada sebelum manusia diciptakan.
Sesekali aku menengok kebelakang untuk memastikan keadaan rekan-rekanku yang lain. Sesekali jua kutanya keadaan fisik mereka. Wajah tegang dan khawatir tidak bisa mereka tutupi, dapat dengan jelas kulihat. Harus kuakui akupun juga sedikit tegang, tapi tetap kucoba untuk tetap tenang agar mereka juga tidak menjadi panik.

Kami kembali menemui persimpangan setelah beberapa ratus meter berjalan setelah break adzan maghrib tadi. Disini kembali terjadi konflik kecil yang bisa berakibat fatal, disatu sisi track terpampang tulisan  “Jalur 3B”. Terdapat pula sebuah plang memanjang  bertuliskan ß 5000m – 5010m à. 5000m mengarah kearah jalur depan kami dan yang 5010m mengarah ke jalur bertuliskan “Jalur 3B” tadi. Tidak ada satupun pita yang kulihat di kedua jalur tersebut, aku juga sempat terbingungkan dengan hal itu sebelum aku menggunakan nalarku untuk memilih arah. Bagi pendaki atau tracker hal tersebut sangatlah sering dijumpai, disitulah kekompakkan tim, kebersamaan, dan keegoisan akan terlihat. Seandainya saja ada salah satu diantara sebuah kelompok yang tidak kompak, atau egois dan ingin menuruti kemauannya sendiri, dan ia memutuskan untuk memisahkan diri dari kelompoknya, memilih jalur yang berbeda, maka kelompok tersebut sudah dapat dikatakan terpecah dan tidak memiliki rasa kebersamaan yang kuat. But… syukur Alhamdulillah kami tidak termasuk sebagai kelompok yang demikian. Kesemua rekanku bisa menyatukan hati dan fikirannya untuk tetap fokus dan menjatuhkan pilihan pada jalur yang sama.
Kutelusuri terus jalur yang kami pilih tadi, didalam hati  ku lafazkan terus dzikir agar diberikan keselamatan pada malam itu. Sampai pada akhirnya kami menemukan tanda-tanda bahwa kami memang berada pada jalur yang benar.

“Aaalllhaamduuliillllaaahhhh…….”, serentak kami mengucapkan puji syukur saat kami melihat dua persimpangan terakhir yang menjadi tanda kami sudah berada di track 1, sekaligus menjadi penanda  selesainya tracking kami pada malam itu. Mereka terlihat begitu senang dan lega telah berhasil menyelesaikan trackingnya, segeranya kami kembali ke pos 1 untuk beristirahat. Kami menyusuri jembatan tua yang cukup panjang, suara burung, jangkrik, dan hewan-hewan lainnya begitu tajam terdengar masuk ke telinga kami. Kami mendapati pemandangan yang sangat jarang kami temui, sepanjang jembatan tersebut terdapat banyak sekali kunang-kunang yang berterbangan. Cahaya kecil berwarna kuning dari tubuhnya seakan  menjadi penyempurna suasana gembira yang kami rasakan.

Dibawah langit berbintang, dibawah cahaya bulan penuh di hutan lindung Sungai Wain, kami Duta Wisata Manuntung Balikpapan berhasil melewati semua track yang ada didalamnya. Dan suatu kebanggaan aku bisa bersama mereka pada malam itu. Kami merayakan keberhasilan itu dengan berfoto-foto ria. Bergaya bak laksana bulan yang memanggil #lohengganyambung…. Maksudnya laksana model yang sedang dalam sesi pemotretan. Memanfaatkan semua SDP(sumber daya properti) yang ada dari senter, daun-daun kering, topi, dan masih banyak lagi yang bila kusebutkan bakal banyak banget, tapi tetaplah…. engga bakal bisa menyaingi banyaknya cintaku buat si doi #LOHHHH

Kurang lebih pukul 20.00 kami kembali ke pos keamanan, kami menunggu pak Agus yang sebelumnya juga telah meneleponku menanyai tentang keadaan kami. Kami berganti pakaian, mencuci tangan dan muka, bercerita, tertawa bersama, seakan tidak ada rasa lelah ditubuh kami. Tak lama kemudian hujan turun mengguyur kota Balikpapan. Tak kubayangkan jika hujan turun lebih awal saat kami masih didalam hutan tadi. Panca, Indah, Nia dan Ozan pamit untuk pulang lebih dulu. Mungkin karena rasa lelah mereka sudah mulai terasa atau kebetulan hujan juga sudah mulai berhenti turun dari langit. Tersisalah aku, Reval, Chris, dan Matthiuw yang masih bertahan untuk menunggu pak Agus. Sesaat mereka hendak pulang, disaat yang bersamaan pak Agus juga datang dan langsung menyalami mereka. Kemudian menghampiri kami yang tersisa di pendopo pos keamanan. Pak Agus sangat kagum kepada kami karena telah berhasil melewati semua track tanpa pendamping. Dia menceritakan pengalamannya selama puluhan tahun menjadi penjaga HLSW, sangat banyak sekali. Menambah pengetahuan kami, dan kembali memberikan rasa penasaran yang cukup besar. Bahkan beliau menantang kami untuk tracking tengah malam. Waaahhhh….. bisa dimasukkan kedalam agenda fikirku.

Kurang lebih pukul 22.30 kami pamit pulang, ada lantuman dari dalam perut kami. Lapar binggiiittt dah…. Aku yang berboncengan dengan Reval berbagi cerita tentang apa saja yang kami lihat didalam hutan tadi. Ternyata kurang lebih sama saja yang kami lihat dan rasakan. Akhirnya kami memutuskan untuk diner di rumah makan nasi goreng yang tak boleh disebutkan namanya. Hahahahahaa……… Okeehh…. Kita udahan dulu, nantikan petualangan selanjutnya di “Sungai Air Hitam, Semboja” bersama kami Duta Wisata Manuntung Balikpapan 2014.

Sebuah pengalaman yang sangat berharga, berpetualang bersama kalian keluarga kecilku. Akan kuceritakan kepada anak cucuku nanti #copasfilm5cm. 

Rabu, 09 April 2014

Masih Sama

Malam ini masih sama seperti biasanya….
Dermaga kembali menjadi tempat pilihanku untuk mencari inspirasi.
Huruf demi huruf kurangkai menjadi kata untuk menjadikannya kalimat, kalimat yang masih menceritakan tentang dia….
Sehari sebelum malam ini, aku bertemu dengannya. Entah seperti apa bahagiannya, yang pasti semakin sering aku melihat senyumnya itu membuat aku menjadi semakin hidup. Hidup yang dulu pernah hilang dari diriku, hidup yang sempat menjadi hitam, hidup yang sebelumnya datar, hidup yang dulu hanya seperti seonggok daging yang tak memiliki arah. Kini jelaslah sudah kemana aku harus mengarah, ke sebuah pintu kecil yang terletak dihatinya. Yaaaa…. Hanyalah ada pintu kecil yang kulihat disana L.
Hampir 3 jam aku duduk disini, silih berganti yang duduk dikanan dan kiriku. Hanya aku yang tampak betah duduk disini. Tanpa ada rasa bosan yang kudapat bila sudah berada disini.
Ternyata 2 saudara sejahwatku mengetahui keberadaanku. Dialah Lek Pal dan Lek Chris. Nama asli mereka adalah Reval dan Christian, Namun aku lebih suka memanggil mereka dengan sebutan “Lek”.  3 Diva, itulah gelar yang kusematkan untuk kelompok kami ini. Hahahahaaa…. Dan bila 3 Diva sudah angkat bicara, maka dunia akan mendengarkannya. Waaawww…. Ngayal.
Mereka datang satu persatu, Lek Pal kemudian Lek Chris. Kamipun  mulai membuka obrolan, dimulai dengan obrolan politik, percintaan, kehidupan, dan seperti yang dapat kutebak, obrolan akhirpun adalah tentang si meonk.
Hhhmmm…. Aku hanya tersenyum disaat mereka menanyakan tentang dia. Bukan karena tidak tahu atau tidak mau menjawabnya. Namun aku sendiri bingung harus darimana menjawabnya.
Semakin hari semakin indah yang dirasakan, meski tak banyak waktu yang Tuhan berikan untuk bisa bertemu langsung dengannya. Namun setidaknya banyak foto-fotonya yang kukumpulkan, belum lagi rekaman-rekaman suaranya yang kurekam tanpa sepengetahuannya. Bagiku itu lumayan untuk mengurangi rasa ingin bertemu dengan dirinya, hahahahaa…..

Seperti seorang tentara yang hanya diam melihat musuhnya berdiri didepan mata, begitu pula yang kulakukan. Hanya diam tidak ada tindakan. Mungkin hanya tinggal menunggu waktu, waktu yang bisa menghilangkan perasaan itu, atau waktu yang akan membuatku tak kuasa untuk mengatakan aku mencintainya. Ulllaaallaaaa…….

Senin, 07 April 2014

Hidup Dalam Puisi

Pagi menyinari seluruh desa, di pinggiran jalan hidup seorang anak yang sudah rapi memakai sepeda kayuhnya untuk bekerja mengirimkan koran ke pinggiran kota. Dodo, begitu namanya disebut oleh teman-temannya. Keluarganya tak mampu untuk membiayainya sekolah. Untuk mencari makan tiap hari saja susah, apalagi mendaftar ke sekolah yang biasa dengan uang yang tidak sedikit. Namun, tidak sedikitpun roman mukanya sedih karena hal itu. Bersama Sumariah ibunya, dia tidak merasa sendiri karena ibunya selalu menasihati bahwa sekolah hanyalah salah satu cara untuk mendapat ilmu. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengirimkan koran pada pagi harinya dan membaca beberapa koran baru maupun bekas untuk ia pelajari sebelum ia belajar pada sekolahgratis di kampungnya pada siang hari.

Kesukaanya dalam membaca, membuat ia disegani oleh beberapa teman-temannya karena mampu menjawab berbagai pertanyaan yang ia anggap mudah. Gurunya pun begitu, senang sekali melihat kuatnya tekat darinya untuk mencari ilmu. Saat sore ia belajar mengaji kepada sesepuh desa. Meskipun ia tidak terlalu pandai dalam hal agama, akan tetapi pengetahuan dan budinyalah yang membuat gurunya senang dengan tekat si Dodo. Namun pada suatu hari ia membaca sebuah surat kabar yang berisi berbagai puisi yang mampu meluluhkan hati baik itu cintasayang, konflik maupun politik. Ia pun berkeinginan suatu saat nanti mampu membuat sebait puisi dan mengirimkannya pada surat kabar tersebut untuk mendapatkan honor dari menulis puisi tersebut. Setelah hal itu terjadi , apa yang diinginkannya tercapai dan ibunya semakin senang. Meskipun pada akhirnya ia ingin menabung beberapa perolehannya dari menulis puisi untuk membiayai kesehatan ibunya yang kian hari kian rapuh.

Kecintaannya pada sebuah puisi serta bertambah luasnya pengetahuan yang ia miliki dari surat kabar tersebut membuat ia semakin menambah rasa ingin menulis lagi melebihi hanya menulis puisi. Berbagai opini maupun berita hangat dengan sebuah foto – foto yang ia jepret hasil meminjam seorang paman pemiliki studio. Berbagai karya pun sempat ia keluarkan dan namanya kian tersohor. Akan tetapi, ketika namanya sudah memuncak , ibu yang disayanginya selalu sakit-sakitan. Bahkan batuk darah pun tak jarang ia alami ketika malam mulai gelap. Semua itu ia lakukan hingga beranjak remaja.
Sebagian penghasilan yang diperoleh Dodo , ia gunakan untuk membiayai penyakit parah ibunya. Selang beberapa minggu, ibunya menghembuskan nafas terakhirnya dan ia pun menjadi sedih. Setiap malam ia hanya merenung dan menuliskan beberapa kalimat puisi tanpa mengenal waktu . Sesepuh desanya pun menyarankan agar ia semakin mendekatkan diri kepada Allah. Namun, apa yang dikatakannya sekarang berbeda dengan sikap yang terdahulu. Ia menganggap puisi baginya lebih dari Tuhan. Bahkan ia menangis, tak sesekali ia meraung bahkan menjerit seolah seperti orang gila. Namun , tak berselang lamakehidupannya mulai membaik setelah sebulan kemudian. Kesedihan baginya tak terbendung oleh siapapun.

Baju yang semula berantakan menjadi rapi , dan rambutnya semakin hari kian tergerai panjangnya. Semalaman sudah ia berhenti menangis dan menjerit ia merasa jenuh dan menghabiskan waktunya dengan meminum seteguk bir di diskotik. Hingga saat ia pulang, tergeletak di tengah jalan. Ketika ia dapati ia terbangun dari tidur panjangnya semalaman, beberapa uang yang ia dari karyanya hilang seketika. Ia pun mencari-cari disekitar tempat ia tertidur , namun ia gagal menemukannya. Ia pun semakin sedih dan melontarkan puisinya di tengah kerumuman orang pasar. Karena kondisi tubuhnya kian melemah , ia kembali tak sadarkan diri ketika itu.
Setelah beberapa jam kemudian, ia siuman. Ia bangun dan melihat sekelilingnya asri dengan tanaman hijau. Dari kejauhan terlihat sesosok gadis berwajah lembut nan cantik. Ia pun mendekatinya dan menanyakannya apa yang ia lakukan di tempat itu dari semalam. Dengan senyuman manisnya, gadis itu pun membalasnya dengan jawaban kamu sangat butuh pertolongan. Semakin hari kesendiriannya diisi oleh gadis yang bernama Rina, dengan sabar ia melayani Dodo sebagai orang tersesat. Kemudian Dodo pun merasa ada yang berbeda ketika melihat pada diri Rani. Kemudian ia kembali membuat karyanya kembali dengan puisi-puisinya yang menyayat hati. Rasa cintanya kepada Rani begitu dalam, hingga apapun yang Rani minta selalu ia penuhi. Ia kemudian berhasil kembali meraih beberapa penghargaan dan memperoleh penghasilan yang sangat besar dari karyanya. Namanya pun dikenal kembali dengan sebutan “ Raja yang bangkit dari kubur”. Hingga suatu saat seseorang wanita yang berparas cantik pun mendekatinya dan memintanya tanda tangan di tas yang baru ia beli. Dodo pun berjabat tangan dengannya dan mengenalnya sebagai seorang Dewi yang lincah dan penggemar rahasia Dodo.
Akan tetapi rasa cinta Dodo terhadap Rani tidak bisa ia pendam begitu saja. Lantas, ia mencoba melamar kepada keluarganya. Akan tetapi, Rani sekarang sudah berbeda. Dulu yang seorang pekerja keras kini hanya bisa tertidur lemah di ranjang. Dokter pun sudah mewanti-wanti agar Rani tidak banyak keluar dari rumah. Rani pun tidak menggubrisnya dan segera keluar bersama Dodo. Kedua pasang sejoli ini hendak pergi keluar untuk melihat berkeliling kota. Diperjalanan mereka habiskan dengan banyak canda tawa, meskipun tak banyak waktu mereka miliki, karena kondisi dan kesehatan yang belum pasti. Seminggu kemudian Rani terlihat sehat dan siap untuk menjadi istri dari DodoDodo pun segera mempersiapkan segala sesuatunya dari cincin, mahar hingga baju pengantin. Sebelum pernikahan dimulai, Nono ingin memberikan sebuah karangan bunga untuk Rani sebagai tanda semakin cinta padanya. Ketika memasuki rumahnya, seisi rumah menangis. Dodo pun kebingungan dengan apa yang terjadi kepada mereka. Bukannya dengan pernikahan mereka semua akan gembira. Ketika kamar Rani terbuka, Dodo pun hanya terkulai lemah dan mengalir deras air matanya. Rani pun meninggalkannya jua dari kehidupan fana dunia. Bunga yang semula ia berikan kini menjadi layu dan hanya akan menjadi sebuah kenangan di masa depan. Dodo pun segera pergi dari rumah Rani dan menuliskan beberapa pusinya untuk Rani sebagai tanda cinta yang mendalam untuknya. Ia pun pergi dengan mobil mewahnya dengan kecepatan penuh dan ia harap segala sesuatunya menjadi hilang. Namun apa dikata kesedihannya kian mendalam , dan tak mampu ia pendam. Kendaraan yang kencang pun menabrak pada sebuah jembatan. Ia pun berhenti serta turun dari mobil rusaknya. Ia pun menuliskan sepucuk kata selamat tinggal dunia dan bunuh diri.
Seketika itu kerumunan orang hanya bisa melihat kejadian nahas tersebut. Bahkan Dewi penggemar rahasia Dodo yang kebetulan berada di lokasi hanya bisa menggelengkan kepala. “ mungkin yang kau tahu hanyalah secarik kertas bukan kehidupan yang sebenarnya” tutur Dewi dalam hati.

Sabtu, 05 April 2014

KENANGAN YANG KEMBALI

Malam ini aku duduk sendiri didermaga, begitu banyak orang yang ada disekitarku. Seperti tanpa memperdulikan udara dingin yang terasa menyengat tubuh, mereka tetap asyik dengan obrolannya masing-masing.
Sedangkan aku?? Aku hanya memejamkan mata sembari menikmati udara dingin yang menyapu seluruh wajahku. Kurasakan tubuh ini mulai menyatu dengan alam. Kufokuskan fikiranku pada kenangan-kenangan terdahulu. Suara yang tadinya ramai kini terasa sangat kecil ditelingaku. Beberapa momen kuingat jelas tentang kenangan itu.  Suka, duka, kebersamaan, perjuangan dan pengorbanan yang pernah kami lakukan dulu kini seakan mencoba bangkit untuk memperbaiki itu semua. Entah ia yang datang, entah cinta yang mengembalikan, atau entah memang aku yang mencoba kembali…. Aku mencoba untuk mencari tahu tapi tetap tidak juga kudapatkan jawabannya.

Ada kenyamanan yang kurasakan saat aku berbicara dengannya, ada kedamaian saat aku melihat senyumnya, ada sesuatu yang berbeda yang belum pernah kurasakan kepadanya sebelumnya. Aku hanya terbingungkan dengan hal itu semua, sesaat aku berfikir itu terjadi hanya karena memang kami yang sudah sangat lama sekali tidak bertemu. Tapi dilain hal ada pemikiranku tentang sebuah ketentuan sang kuasa. Ketentuan yang mana memang inilah kami sekarang dipertemukan dengan momen sederhana namun menurutku begitu berkesan. Apapun itu, yang pasti selalu ada doa agar diberikan yang terbaik oleh Allah SWT.


Satu jam lebih sudah aku berada didermaga, tak berubah jua apa yang ada difikiranku. Masih tentang sebuah kenangan yang tak kulupakan. Dengan langkah yang berat kutinggalkan dermaga, karena jujur masih ingin rasanya aku berlama-lama disana. Tapi sayang mata ini mulai tak bersahabat, mulai membebani kelopak mataku untuk tertutup dan terlelap. Kusegerakan untuk pulang kerumah, tidur dan langsung beristirahat karena masih ada sinar mentari esok yang akan menemaniku untuk menantang hari. Dan sebagai akhiran sebelum menutup mata, kusematkan sebuah harapan untuk bisa memimpikannya malam ini…..