Kalau kamu datang
Aku berjanji tidak akan bertanya kenapa baru sekarang
Kalau kamu datang
Aku berjanji tidak akan membuatmu berdiri di depan pintu terlalu lama
Kalau kamu datang
Aku berjanji tidak akan bertanya
Hati mana saja yang sudah kau lewati untuk sampai di sini
Karena dengan langkahmu aku terbangun
Dari mati suri yang kunina-bobokan sendiri
Kalau kamu datang
Tolong jangan pergi
Aku lelah menjaga pintu
Kalau kamu datang
Aku berani sumpah, aku tenang...
Tidak merasa lebih baik atau benar, dan bukan mengajarkan. Tak lebih dari mengingatkan pada diri sendiri dan sekitar. Berbagi pelajaran kecil, motivasi, dan cerita yang terinspirasi dari pengalaman, kegiatan, peristiwa, ataupun kejadian-kejadian yang dialami oleh orang-orang disekitar. Bismillah, semoga bermanfaat.....
Sabtu, 26 Juli 2014
Cinta Berlogika
Jangan terlalu dikejar
Nanti kamu kelelahan
Jika menurutnya kamu adalah prioritasnya
Tanpa kamu bertanya dia pasti akan mengabarimu
Jika benar dia mencintaimu
Dia akan menjaga perasaanmu
Tenang saja.... Jika dia milikmu
Dia akan sadar dengan apa yang harus dia lakukan
Jika dia tidak melakukan itu semua
Kamu pun harus sadar dengan apa yang harus kamu lakukan
Cinta tak dilarang
Tapi tetap gunakanlah sedikit logika
Nanti kamu kelelahan
Jika menurutnya kamu adalah prioritasnya
Tanpa kamu bertanya dia pasti akan mengabarimu
Jika benar dia mencintaimu
Dia akan menjaga perasaanmu
Tenang saja.... Jika dia milikmu
Dia akan sadar dengan apa yang harus dia lakukan
Jika dia tidak melakukan itu semua
Kamu pun harus sadar dengan apa yang harus kamu lakukan
Cinta tak dilarang
Tapi tetap gunakanlah sedikit logika
Jumat, 25 Juli 2014
Tidak Ada Menara Yang Dibangun Dalam Satu Malam
Suatu pagi yang cerah seorang petani berjalan melintasi perkebunan.
Petani melihat banyak tanaman tetangganya telah tumbuh cukup tinggi.
Lalu teringat bahwa tanamannya sendiri masih kecil pertumbuhannya. Agar
tinggi tanamannya bisa menyamai milik tetangganya, sang petani menarik
batang tanamannya ke atas satu demi satu hingga tampak lebih tinggi dari
yang lain. Lega dan bangga petani tersebut melihat karyanya yang
dianggap luar biasa. Tetapi keesokan harinya, bencana menghampiri sang
petani, semua tanamannya layu dan mati.
Pada masa kini seringkali saya jumpai banyak orang dengan segala cara ingin melampaui hasil yang dicapai orang lain. Seorang pelajar karena ingin mendapat nilai tertinggi akhirnya menyontek dengan cara yang super canggih, seorang penjual ingin mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan cara ‘menipu’ konsumen, seorang leader networker ingin mencapai posisi puncak dengan menyabotase jaringan temannya sendiri, seorang supervisor ingin dipromosikan dengan cara menfitnah atasannya sendiri, seorang ingin cepat dikenal dengan mencopy karya orang lain secara mentah-mentah, dan sebagainya. Salah jadi benar dan benar jadi salah.
Ketenaran, kekayaan, jabatan, penghargaan seringkali membuat orang lupa diri, serakah dan ujung-ujungnya menghalalkan segala cara demi mencapai ambisinya. Benarkah dengan cara seperti itu akan memperoleh sukses sejati yang penuh kebahagiaan?
Barang siapa menabur angin, ia akan menuai badai. Barang siapa menabur kejahatan, ia pun akan menerima hasil buruk yang berlipat ganda. Hukum alam bekerja secara netral. Jika anda ciptakan sebab yang baik, akibat baik yang berlipat ganda pun akan anda dapatkan.
Banyak bisnis pada masa kini menawarkan jalan pintas meraih kekayaan berlimpah. Di media-media, terutama internet, saya menerima banyak sekali iklan penawaran cara kaya dalam waktu singkat. Hampir setiap bulan, saya membaca penawaran dari berbagai bisnis Network Marketing, mereka menawarkan menjadi milyader hanya dalam hitungan bulan, bahkan dalam hitungan minggu. Kenyataannya yang sukses bisa dihitung dengan jari.
Benarkah ada Sukses Instan? Apakah benar-benar ada jalan pintas mencapai sukses ? Saya balik bertanya, apakah ada anak manusia yang bisa lahir sempurna dalam 1 hari, 1 minggu, 1 bulan? Adakah menara kokoh yang bisa dibangun dalam satu malam? Jika jawabannya tidak ada, demikian juga kesuksesan tak ada yang instan.
Alam semesta begitu sempurna dengan hukum-hukum alam yang begitu teratur. Segala sesuatu di alam ini mempunyai siklus dan waktu untuk tumbuh berkembang menjadi sempurna. Kalau anda benar – benar ingin mempraktekan rahasia sukses , pembelajaran yang paling mudah bisa anda dapatkan pada cara kerja seorang petani. Bagaimana seorang petani mulai dari mengolah lahan hingga panen raya, itulah konsep berpikir yang harus anda praktekkan. Ada lahan yang subur, bibit yang unggul, air, matahari, pupuk, perawatan secara konsisten, cuaca yang sesuai, musim yang sesuai dan lainnya. Jika semua itu serasi dan seimbang, maka akan terjadi panen raya. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan nyata, Jika semua faktor kesuksesan telah dijalankan secara benar, pasti kesuksesan Sejati akan anda peroleh.
Pada masa kini seringkali saya jumpai banyak orang dengan segala cara ingin melampaui hasil yang dicapai orang lain. Seorang pelajar karena ingin mendapat nilai tertinggi akhirnya menyontek dengan cara yang super canggih, seorang penjual ingin mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan cara ‘menipu’ konsumen, seorang leader networker ingin mencapai posisi puncak dengan menyabotase jaringan temannya sendiri, seorang supervisor ingin dipromosikan dengan cara menfitnah atasannya sendiri, seorang ingin cepat dikenal dengan mencopy karya orang lain secara mentah-mentah, dan sebagainya. Salah jadi benar dan benar jadi salah.
Ketenaran, kekayaan, jabatan, penghargaan seringkali membuat orang lupa diri, serakah dan ujung-ujungnya menghalalkan segala cara demi mencapai ambisinya. Benarkah dengan cara seperti itu akan memperoleh sukses sejati yang penuh kebahagiaan?
Barang siapa menabur angin, ia akan menuai badai. Barang siapa menabur kejahatan, ia pun akan menerima hasil buruk yang berlipat ganda. Hukum alam bekerja secara netral. Jika anda ciptakan sebab yang baik, akibat baik yang berlipat ganda pun akan anda dapatkan.
Banyak bisnis pada masa kini menawarkan jalan pintas meraih kekayaan berlimpah. Di media-media, terutama internet, saya menerima banyak sekali iklan penawaran cara kaya dalam waktu singkat. Hampir setiap bulan, saya membaca penawaran dari berbagai bisnis Network Marketing, mereka menawarkan menjadi milyader hanya dalam hitungan bulan, bahkan dalam hitungan minggu. Kenyataannya yang sukses bisa dihitung dengan jari.
Benarkah ada Sukses Instan? Apakah benar-benar ada jalan pintas mencapai sukses ? Saya balik bertanya, apakah ada anak manusia yang bisa lahir sempurna dalam 1 hari, 1 minggu, 1 bulan? Adakah menara kokoh yang bisa dibangun dalam satu malam? Jika jawabannya tidak ada, demikian juga kesuksesan tak ada yang instan.
Alam semesta begitu sempurna dengan hukum-hukum alam yang begitu teratur. Segala sesuatu di alam ini mempunyai siklus dan waktu untuk tumbuh berkembang menjadi sempurna. Kalau anda benar – benar ingin mempraktekan rahasia sukses , pembelajaran yang paling mudah bisa anda dapatkan pada cara kerja seorang petani. Bagaimana seorang petani mulai dari mengolah lahan hingga panen raya, itulah konsep berpikir yang harus anda praktekkan. Ada lahan yang subur, bibit yang unggul, air, matahari, pupuk, perawatan secara konsisten, cuaca yang sesuai, musim yang sesuai dan lainnya. Jika semua itu serasi dan seimbang, maka akan terjadi panen raya. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan nyata, Jika semua faktor kesuksesan telah dijalankan secara benar, pasti kesuksesan Sejati akan anda peroleh.
Rabu, 02 Juli 2014
LOVE IN HEART
“Kau terindah kan selalu terindah….”, Sebuah lagu dari Armada
Band membangunkan Tian dari tidurnya yang singkat. Ternyata adalah bunyi alarm
yang ter-setting pada handphone milik Tian. Diliriknya jam tangan yang melingkar
dipergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 04.30 dini hari. Meski dengan
mata yang berat, Tian berdiri menuju kamar mandi untuk mencuci muka sembari
menunggu adzan dikumandangkan. Siapapun
yang mengenalnya dulu pasti tidak percaya dengan dirinya yang sekarang. Predikat
nakal, bengal, keras kepala, dan temperamental melekat didirinya selama
bertahun-tahun saat masih duduk dibangku sekolahan. Kini yang terlihat adalah
Tian yang sopan, ramah, taat ibadah, dan pekerja keras . Entah sudah berapa
hempasan ombak kehidupan yang
menghantamnya sehingga ia bisa berubah 360 derajat seperti ini.
Selesainya ia dari sholatnya, Tian mengambil sebuah notebook
putih dari dalam ranselnya. Dinyalakannya dan tak lama kemudian terlihat
gabungan foto-foto yang dijadikannya wallpaper di notebooknya. Itu adalah
foto-foto Aini, seorang wanita yang sudah banyak membuat hari-hari Tian lebih
berwarna. Meski masih dalam hitungan bulan ketika Tian mengenal Aini, tapi
kekuatan cinta yang ia miliki sangat besar terhadap wanita itu. Meski Tian
menyadari tidak ada setitikpun balasan atas apa yang dirasakannya, tapi tak
satu detikpun Tian tak mengingat Aini.
Doa, keikhlasan, dan ketulusan selalu menjadi bukti kekuatan cinta Tian kepada
Aini. Didalam sujudnya, sebelum tidurnya, dan sebelum memulai segala
aktifitasnya, selalu disenandungkannya doa untuk kebahagiaan Aini.
Tian mulai memainkan jemarinya diatas keyboard notebooknya,
ia sedang membuat tulisan untuk di posting pada blog yang ia miliki. Tian
memang memiliki hobby yang cukup menarik, ia hobby menulis. Entah sudah berapa
postingan, karya tulis, cerpen, novel, biografi yang sudah ia buat. Terutama
setelah mengenal Aini, hampir semua postingan terbarunya selalu terinspirasi
dan menceritakan Aini. Cukup lama ia sendiri dan tak terketuk pintu hatinya oleh
wanita lain setelah ditinggalkan oleh mantan kekasihnya. Dan kini Aini sudah
berhasil mendobrak dan bersarang di dalam hati Tian.
Tak sering Tian dapat bertemu dengan Aini, tak banyak waktu
yang ia habiskan bersama, tak banyak momen yang Tian ciptakan bersama Aini. Kecuali
ada tugas dari pemerintahan atau acara-acara yang menugaskan mereka berdua. Karena
awal mereka bertemu pun adalah di salah satu event pemilihan bergengsi yang
diselenggarakan oleh pemerintah setiap tahunnya. Dan pada ajang pemilihan itu,
Tian dan Aini memang menjadi sebuah pasangan karena telah berhasil mendapatkan
predikat yang sama. Meski jarang bertemu, tak surut jua cinta yang dimiliki
Tian kepada sigadis mungil itu, justru semakin hari semakin besar cinta dan
rindu yang dirasakannya. Disetiap
pertemuannya dengan Aini, Tian lebih banyak memperhatikan daripada
berkomunikasi dengan Aini. Itulah titik permasalahan yang dihadapi oleh Tian.
Ada rasa takut, malu, gugup, dan deg-degan. Meski dulu hal serupa pernah ia
alami seperti ini, tapi tak pernah ia merasakan kekuatan hati yang sehebat ini.
Jadi wajar saja bila sampai detik ini perasaannya tak kunjung tersampaikan
kepada Aini. Sudah tak terhitung lagi saran, masukkan, semangat, motivasi dan
dorongan dari teman-teman Tian agar ia segera mengungkapkan semua isi hatinya.
Menurut mereka, entah apapun respon yang diberikan Aini nanti itu adalah hal
belakangan. Tapi Tian punya prinsip lain dipermasalahannya kali ini yang tak
seorangpun mampu merubahnya. Tian tahu bahwa Aini adalah tipe wanita yang tak
mudah jatuh hati dan percaya kepada seorang pria. Ia pernah disakiti, bahkan
dikhianati oleh kekasihnya dulu. Oleh karenanya Tian tak ingin mengungkapkan
isi hatinya terlebih dahulu, karena ia yakin Aini tidak akan percaya dengan apa
yang diungkapkannya. Tian hanya berharap suatu saat nanti Tuhan akan
menunjukkan. Dan dengan sendirinya Aini akan menyadari bahwa perasaan yang
dimiliki Tian benar-benar tulus kepadanya. Yaaa…. Suatu harapan yang
mentergantungkannya kepada waktu untuk bisa terjawab.
*****
Hari demi hari berganti, bulan demi bulan telah berlalu.
Masih tentang Aini, masih sama seperti yang dirasakannya dahulu, tak berkurang,
bahkan semakin besar dan kuat, kecuali fisiknya kini. Atelektasis yang di
idapnya setahun belakangan ini sudah semakin parah. Terus menggerogoti dan
merusak fungsi paru-parunya. Pola hidup yang kurang sehat dahulu menjadi
penyebab timbulnya penyakit itu. Tak ada rasa penyesalan dan kesedihan yang
dilontarkan Tian kepada siapapun. Dengan waktu yang masih Tuhan berikan
untuknya, Tian berusaha sebaik mungkin memberikan yang terbaik untuk
orang-orang disekitarnya termasuk Aini. Sekalipun Tian sadar, tidaklah sempat
ia melakukan itu semua apalagi untuk menggenggam tangan Aini dan mengatakan
yang sejujurnya tentang perasaannya.
Sudah tiga hari terakhir Tian terbaring tak berdaya di rumah
sakit. Empat selang sekaligus terpasang dihidung, mulut, dan tangannya. Matanya
terpejam, tangan kirinya mengepal memegang sesuatu, dan tangan kananya terpapah
pada sebuah besi pembatas tempat tidur. Hanya ada airmata yang selalu membasahi
pipi Ibunya bila melihat keadaan anaknya yang sudah kritis dan tak sadarkan
diri. Satu-satunya orang lain diluar keluarga yang mengetahui kedaan Tian
adalah Tyo. Tyo adalah teman terbaik yang Tian miliki, ada banyak hal yang Tyo
tahu tentang kehidupan Tian. Dan memang Tian lebih banyak menceritakan
permasalahan hidupnya kepada Tyo. Setiap hal yang diceritakannya, ia selalu
meminta agar Tyo merahasiakannya dan tidak menceritakannya kepada siapapun
terutama tentang penyakitnya. Sudah tiga hari berturut-turut semenjak Tian
masuk rumah sakit, Tyo selalu datang untuk menjenguk. Terlihat ada kesedihan
yang terlukis diwajah Tyo. Karena sehari sebelum Tian terbaring di rumah sakit,
Tyo sempat bersiteru dengan Tian. Tyo yang pada malam itu menghampiri Tian di
dermaga, tiba-tiba dengan emosinya langsung berteriak kepada Tian.
“Kamu mau
sampai kapan begini terus, Hahhh?”
“Sampai kamu
harus kumat lagi dengan penyakitmu, dengan darah yang berceceran, terus kamu
koma, kamu mati, baru kamu mau bilang semuanya???”
“Sampai
kapan kamu nyimpan perasaan kamu sendiri Yan? Itu bakal makin nyiksa diri kamu
sendiri !!”
“JAAAWWAAABBBB
YAANN……!!!!”
Teriakannya sangat jelas terdengar
mengalahkan suara rintik hujan yang begitu deras dan petir yang bersahut-sahutan.
Tian hanya duduk terpaku, tak bersuara,
memejamkan matanya dan menengadahkan kepalanya menatap ke langit seakan
ia sedang menikmati tetes hujan yang terus membasahi dirinya. Merasa tak
diherani, emosi Tyo semakin menjadi. Kembali ia meneriaki dan mengguncang tubuh
Tian dengan kerasnya.
“Yaann….
Sadar Yan!! Aini nggak akan pernah tahu kalau kamu cuma bisa diam kaya orang
bego seperti ini !!! Dia nggak akan pernah tahu Yan….”
Dengan sigap Tian langsung berdiri
dan menatap tajam kearah Tyo. Dengan telunjuk yang diacungkannya kewajah Tyo,
Tian pun membalas teriakan Tyo dengan emosi dan airmata yang sudah tersamarkan
oleh hujan.
“ Aini nggak
bego, suatu saat nanti dia pasti tahu… aku yakin itu Yoo!!!”
“Dan aku
percaya, TUHAN NGGAK TIDUR, TUHAN NGGAK BUTA, TUHAN MENDENGAR YOOO…!! Sekalipun
nanti bukan aku yang mengatakannya sendiri, aku yakin Tuhan akan bantu aku dan
menunjukkannya ke Aini!!!
Tian pergi begitu saja meninggalkan
Tyo yang kali ini justru tak mampu bersuara. Ia mengendarai sepeda motornya
dengan kecepatan tinggi dan menyusuri hujan yang tak kunjung reda. Sedangkan
Tyo hanya berdiri mematung dan menundukkan kepalanya, ada rasa penyesalan yang
dirasakannya karena harus meluapkan emosinya kepada Tian. Itu adalah kali
pertama mereka bertengkar setelah sekian lama bersahabat.
“Permisi ya
Bu saya pamit dulu, harus lanjut kerja lagi soalnya…”, Tyo yang sedari pagi
sudah berada di rumah sakit kini pamit pada Ibunya Tian.
“Makasih ya
Tyo udah ngeluangin waktunya beberapa hari ini….”, Sahut ibunya Tian.
“Sama-sama
buu…”, jawab Tyo sembari membuka pintu dan keluar dari ruangan ICU.
Betapa kagetnya Tyo ketika baru saja keluar
dari ruang ICU, tepat berdiri dihadapannya seorang gadis cantik bertubuh
mungil, berambut panjang dan terurai, berkaos oblong putih biru, celana jeans
biru muda dan menggunakan sepatu kets berwarna pink kombinasi dengan abu-abu.
“Aini….”,
gumam Tyo dalam hati.
“Sedang apa
dia disini? Apa dia tahu kalo Tian masuk rumah sakit? Apa dia ingin menjenguk
Tian?”, banyak pertanyaan yang menyelinap dikepala Tyo. Tyo hanya terdiam tak
mampu berkata dan terus memperhatikan Aini.
“Ka Tyo ngapain
disini?”, Tanya Aini.
“Emmmm….
Ngga papa, habis jenguk temen tadi sakit”, sahut Tyo asal.
“Oke deh
kak, aku juga mau ngeliatin adikku dulu ya. Dia barusan dibawa Ibu, demamnya
tinggi banget”.
“Ohh iyaa,
aku juga mau balik ke kantor dulu. Cepat sembuh ya buat adiknya… salam buat
ibunya!!”
Aini hanya mengangguk dan tersenyum
lalu segera meninggalkan Tyo yang terus menatapnya sampai ia masuk kesebuah
ruangan paling ujung di koridor lantai 4 rumah sakit. Dan Tyo pun akhirnya
berlalu menuju lift untuk turun kebawah dan pergi meninggalkan rumah sakit.
Pukul 16.30 suasana rumah sakit tak
seramai tadi pagi, mungkin karena jam besuk pertama sudah ditutup. Tapi
terkhusus lantai 4 rumah sakit ini, suasana masih belum berubah. Hiruk pikuk
para keluarga pasien, raut kesedihan, kepanikan, bahkan beberapa menit yang
lalu jerit histeris dan airmata terjadi ditempat ini. Karena salah satu pasien
dari ruang ICU telah menghembuskan nafas terakhirnya. Meski kita semua tahu
bahwa setiap insan yang hidup didunia ini pasti akan mengalami hal yang sama,
tetaplah ia akan memberikan rasa kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Aini kini agak sedikit tenang dengan
kondisi adiknya yang sudah mulai menurun demamnya. Ia keluar beriringan bersama
Ibu dan adiknya beserta dua orang perawat yang akan membawa adiknya untuk
dipindahkan ke ruang rawat inap di lantai dua. Aini berjalan pelan
menyeimbangkan langkah kaki para perawat yang berjalan didepannya. Tiba-tiba
salah seorang perawat menghentikan langkah kakinya tepat didepan pintu ruangan
ICU.
“Sebentar
yaa bu, ada yang ketinggalan diruangan tadi”, ucap salah seorang perawat.
Aini dan
ibunya pun ikut menghentikan langkah kakinya menunggu perawat tadi yang kembali
ke ruangan UGD. Spontan Aini teringat dengan kejadian tadi pagi, dimana ia
bertemu dengan Tyo persis ditempat ini. Matanya terbelalak seakan tak percaya
dengan apa yang dilihatnya ketika ia memalingkan kepalanya kekanan. Posisinya
yang sejajar dengan seseorang yang terbaring diatas ranjang dan selang oksigen
yang terpasang dihidungnya itu membuatnya cukup jelas melihat apa yang ada
didalam ruangan tersebut meski ia hanya melihatnya dari luar ruangan.
“Kak
Tian…..?”, tanyanya dalam hati.
Ia mengernyitkan
dahinya dan menatap tajam kearah kaca yang terdapat dipintu masuk ruang ICU.
Masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia mendekatkan dirinya ke pintu
dan mencoba untuk memperjelas pandangannya jauh kedalam ruangan.
“Astaghfirullah….
Kak Tian….”
Aini serontak
masuk kedalam ruangan ICU. Ruangan itu begitu sepi dan hening bahkan hanya ada
beberapa orang saja didalamnya. Segera dengan cepatnya ia menghampiri sosok
yang dilihatnya tadi. Ia melihat Tian yang terbaring dengan bermacam selang
yang dipasangkan ditubuhnya. Aini menutup mulutnya dengan kedua tangannya
karena sama sekali tak menyangka siapa yang ada dihadapannya kini. Aini pun
masih merasa bahwa ini adalah mimpi, sampai ia tersadar bahwa ia memang sudah
lama sekali tak melihat Tian ataupun hanya sekedar mendengar kabarnya.
“Assalamualaikum..…”
Terdengar suara seorang pria dari arah pintu ruang ICU.
Ternyata
adalah suara Tyo yang kembali kerumah sakit sepulangnya ia dari kantor. Betapa
terkejutnya ia melihat Aini yang berdiri dihadapannya. Aini memalingkan
wajahnya pelan dan menatap dingin ke arah Tyo. Tyo yang merasa bersalah hanya
menundukkan kepalanya dan tak berani bersuara. Sesaat Tyo memberanikan diri
untuk mendekati Aini.
“Maaf aku
nggak bilang tadi, tapi ini permintaan Tian untuk tidak memberitahu siapapun”,
ucap Tyo dengan nada pelan dan lirih.
“Tian nggak
mau orang lain tahu kalau dia sakit, dia nggak mau orang sedih ngeliat
kondisinya dia”.
“Dulu Tian
pernah bilang, kalau Tuhan itu menciptakan dia untuk membahagiakan orang-orang
disekitarnya bukan untuk membuat mereka sedih”.
“Apalagi
kalau itu kamu, dia bakal jadi orang yang paling merasa bersalah kalau tahu
kamu yang bersedih. Sekalipun Tian berharap banget kamu ada disampingnya
sekarang”.
Aini tak
mampu membuka mulutnya dan berkata apa-apa setelah mendengar apa yang diucapkan
oleh Tyo barusan. Tanpa disadari, ada tetesan air mata yang jatuh dari bola
matanya yang sangat indah itu. Aini lalu beranjak mendekat ke arah Tian dan
duduk disebuah kursi yang terletak disebelah kiri Tian. Ada rasa kegelisahan
yang menyelimuti hati Aini, ada ketidakmengertian yang dirasakannya ketika ia
tahu bahwa dirinyalah yang diharapkan Tian untuk berada didekatnya, ada rasa
penyesalan kenapa ia baru mengetahui kondisi Tian sekarang. Aini pun memberanikan
diri untuk memegang telapak tangan Tian yang mengepal lemah. Diselipkannya
secara perlahan jari tangannya diantara jari-jari tangan Tian. Aini menggenggam
tangan Tian begitu eratnya seakan tak ingin terlepaskan. Aini merasakan seperti
ada sebuah kertas yang tergumpal dan menengahi telapak tangan mereka. Disisi
yang berlawanan, terlihat ada airmata yang mengalir jatuh dari mata Tian.
Rupanya ia tidak tidur, ia mendengar, dan ia merasakan jelas kehangatan atas
genggaman yang diberikan oleh Aini. Ingin sekali ia membuka matanya, menatap
Aini dan mengucapkan terima kasih untuk kehadirannnya pada saat ini. Sayang
Tian tak mempunyai kekuatan yang cukup untuk melakukan itu semua.
“Assalamualaikum….”,
kembali terdengar salam dari arah pintu yang ternyata adalah ibunya Tian.
“Ehhh ada
nak Tyo… udah lama disini?
“Loohh… ada
nak Aini juga yaa…? Sahut ibu itu lagi.
Tyo hanya
tersenyum dan mengangguk pelan, sedangkan Aini harus terkejutkan dengan
kedatangan ibunya Tian, namun dengan gesitnya ia sempat mengelap airmatanya yang
memang sudah mulai mengering. Dengan kepala yang tertunduk dalam sekejap ia
juga melepaskan genggamannya pada tangan Tian. Aini sedikit bingung karena
Ibunya Tian bisa mengenali dirinya padahal ini adalah kali pertama mereka
bertatap muka. Yaaa… Tian sering menceritakan wanita yang dipujanya ini kepada
ibunya. Bahkan ibunya pun mengetahui bahwa putranya sangat mencintai wanita
ini.
“Hmmm…. Saya
permisi keluar dulu ya bu soalnya adik saya juga lagi dirawat dirumah sakit
ini”, Aini langsung berpamitan kepada ibunya Tian karena merasa agak sedikit
canggung dan sungkan.
“Iyaaa….
Salam ya buat ibunya Aini!!!”
Aini hanya
tersenyum dan langsung beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Tian yang
masih sangat ingin bersamanya.
*****
Aini sedang beristirahat dikamarnya,
sejak sore tadi ia sudah pulang dari rumah sakit karena harus menyelesaikan
pekerjaan dirumahnya. Dilihatnya jam yang tertempel didinding kamarnya sudah
menunjukkan pukul delapan lebih tiga puluh delapan menit.Ia harus segera
bersiap-siap kembali kerumah sakit dan bergantian dengan ibunya untuk menjaga
adiknya.
Sesampainya dirumah sakit ia tak
langsung menuju keruangan dimana adiknya dirawat. Ia menyempatkan naik ke
lantai 4 untuk melihat keadaan Tian. Dalam hitungan menit, Aini sudah berada
dilantai empat dan dari kejauhan dilihatnya sekerumunan orang sedang berkumpul
didepan pintu ruang ICU sambil berpelukan dan menangis.
“Ada apa
ini?”, tanyanya dalam hati.
Ia terus
berjalan menuju ruang ICU, kini dilihatnya sesosok wanita renta yang memiliki
tinggi hampir seperti dirinya sedang duduk dan menangis.
“Ini ibunya
Kak Tian”, fikirnya dalam hati.
“Apa yang
sudah terjadi disini?”, tanyanya lagi dalam hati.
Ia memperhatikan sekelilingnya dan
melihat Tyo yang sedang duduk dilantai ujung koridor sambil mengangkat rambut
dengan kedua tangannya. Dengan setengah berlari, ia pun langsung menghampiri
Tyo. Belum sempat Aini bertanya, Tyo terlebih dahulu menumpahkan airmatanya
yang sudah tak kuasa ia bendung lagi. Tyo yang menangis terisak-isak pun tak
mampu bersuara dan menjelaskan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Aini semakin
panik melihat Tyo yang terus menangis. Ia pun nekat untuk masuk kedalam ruang
ICU dan ingin membuktikan dengan mata kepalanya sendiri apa yang sedang
terjadi.
Aini terdiam, terpaku, membisu, tak
percaya dengan apa yang dilihatnya. Sekujur tubuhnya bergetar, nafasnya begitu
sesak, dan seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya sehingga
membuatnya tak mampu bersuara. Satu persatu airmatanya pun mulai menetes….
“Kak
Tiaaan……”, suaranya begitu parau dan lirih sampai hampir tak terdengar lagi apa
yang diucapkannya. Ia melihat kain putih besar yang terhampar menutupi
seseorang dibawahnya. Dan Aini tahu persis itu adalah tempat tidur Tian.
Spontan tubuh Aini terasa begitu lemas, kepalanya pun terasa sangat pening, dan
dengan airmata yang terus mengalir kepipinya, ia pun tak kuasa menahan berat
badannya dan tersungkur di dinding ruangan.
Kini Tian telah kembali kepelukan
sang pencipta. MeninggaIkan dunia, ibunya, keluarganya, teman-temannya dan
meninggalkan wanita yang begitu disayanginya. Meski banyak yang harus ia
tinggalkan, meski masih banyak yang belum ia selesaikan, meski ia harus mempertanggungjawabkan
ratusan airmata yang jatuh karenanya, tapi inilah janji Tian kepada sang
pencipta yang harus kembali diusianya yang masih teramat muda.
Keesokan hari selesainya Sholat Dzuhur,
Tian akan dimakamkan disebelah makam Ayahnya yang terlebih dahulu meninggalkan dunia ini 2
tahun yang lalu. Tempat pemakaman seketika ramai dipenuhi para keluarga,
sahabat, dan tetangga yang ingin menghantar kepergian Tian. Nampak Aini yang
ikut menaburkan bunga sebagai tanda perpisahannya kepada Tian. Mulutnya tak
henti membacakan istighfar, dzikir, dan shalawat untuk Tian. Semua nampak
merasa kehilangan akan sosok Tian yang dinilai periang, lucu, dan selalu
bersemangat.
Kini semua yang hadir pada pemakaman itu mulai beranjak pergi satu
persatu termasuk Aini. Tiba-tiba saja saat ingin menuju ke parkiran, Aini
teringingat pada sebuah kertas yang sempat ia ambil dari tangan Tian sewaktu
dirumah sakit. Ia masih menyimpannya didalam tasnya. Dicarinya, dibuka, dan
dibacanya seksama. Matanya berlinang dipenuhi airmata. Tak kuasa ia menahannya
lagi. Ia berlari dan kembali ke tempat peristirahatan Tian. Dielusnya nisan
kayu yang menuliskan nama Tian. Aini tersenyum perih dan terus menangis setelah
membaca tulisan yang tertera di kertas itu tadi.
" Aku bukanlah pria yang memiliki
keberanian seperti mereka
Dan aku tak semudah mereka untuk mengaku
bahwa aku cinta
Kuyakinkan dalam hati, Tuhan pasti
akan menyampaikan ini padamu
Maafkan bila aku terlalu kecil untuk
berani mencoba masuk dihidupmu
Meski aku hanya berusaha, berdoa, tanpa
harus memintamu
Aku sudah berjanji pada kuasa untuk
terus menjagamu dimanapun aku berada
Bila aku harus kembali kepelukannya, kupastikan
akan tetap kupenuhi janjiku…
Tak ada yang lebih indah kurasakan
selain nikmat dari Tuhan untuk bisa mencintai dirimu Aini…."
Langganan:
Postingan (Atom)