Senin, 07 Januari 2013

CINTA YANG TERLAMBAT

“mau sampai kapan jomblo din?” Tanya Raisya dengan mulut dipenuhi makanan.
“jodoh di tangan Tuhan kali, ngomongin jodoh mah urusan belakangan aja Sya” jawabku lirih.
“tapi kan, semenjak putus dari Eko, kok aku nda pernah denger kamu buka hati untuk yang lain, padahal kan, pada banyak yang ngantri, macam antri bbm”
“berlebihan deh ya, udah ah, habisin tuh pentol, apa mau ku makan nih” jawabku, sembari ninggalin Raisya di kantin bakso sekolah.
“Hay Isal”
“Isaaaallll, oh my God! Ganteng sumpah!”
“sehari aja, aku ngga denger kalian ngoceh tentang tu orang, bisa gak sih?” nada suara ku yang lumayan tinggi, menghentikan suara gemuruh kelas, yang sudah kayak pasar.
Setelah seminggu kedatengan anak murid baru, kelas semakin gemuruh, ribut, kasana kemari, seperti anak ayam yang kehilangan induknya di tengah pasar dan banyak cewek-cewek famous di sekolah yang entah kenapa suka datang ke kelas.
Anak baru itu narik perhatian? Padahal tidak. Ganteng? Enggak. Pintar? Enggak. Terus apa? Belagu? Iya. Sombong? Iya. Sok famous? Iya. Hanya itu yang ada dipikiran ku saat itu.
Aku tidak begitu menyukai anak-anak baru, apalagi atlit, yang mayoritas belagu hanya karena dapat membanggakan sekolah dan dengan seenaknya ngeremehkan kami yang tidak punya apa-apa.
Dan dengan seolah-oleh Albert Einsten, anak-anak atlit di sekolahku, dengan pintarnya ngerjain ujian, padahal dalam setahun, kehadiran mereka hanya bisa dihitung dengan jari. Itulah, yang membuatku membenci pihak-pihak yang ganjen dalam hal itu.
“din? Isal kurang apa sih? ganteng iya, punya segalanya juga iya, anak tahfidz iya. Kenapa kamu selalu aja benci? Bukannya setiap pribadi orang itu berbeda? Gak semua juga kan anak atlit di sekolah kita belagu? Hati-hati jatuh cinta din.” Ujar, temen ku sinta.
“pernah denger pepatah gak? Bukan kah sebuah fakta harus ada pembuktian?” jawabku lirih, sembari meninggalkan kelas.
“hari ini, hafalan sholat” ujar bapak guru Agama.
“siap pak!”
Semua anak di kelas pada ngikutin aturan guru Agama yang satu ini. Kadang ada hal yang kurang kami senangi dari bapak ini, entah karena sudah tua, dan masih mempunyai nafsu. Bapak guru Agama yang satu ini bisa bertingkah seperti bapak-bapak ganjen yang kurang menyenangkan. Entahlah… bayangkan saja sendiri.
“Muhammad Faisal”
Males banget denger ini nama! Denger aja sudah membuatku malas, apalagi buat ngelihat.
“allahu akbar”
Entah lah kenapa, mata ku yang mulai ganjen ngelirik ke arah Isal dan ngelihat gerak-geriknya dalam sholat.
Entah ada keajaiban yang datang dari langit, telinga yang biasanya suka males buat dengerin omelan mama, kini dengan jernih tanpa kotoran yang nyangkut dengerin dengan khusyuk suara yang terucap dari bibir Isal, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang diucapkannya serentak membuatku ingin mendengarkannya lebih dalam dan lama lagi. Terdengar nyaman, sangat nyaman, seperti mendengarkan sebuah lantunan ayat yang dilafadzkan oleh ustadz yang sudah mahir dalam melafadzkan.
“din? Ngapain? Cieeee… mulai suka nih ye. Udah deh ngaku aja, kali” olok Raisya yang membuyarkan lamunanku
“gak kok, siapa juga yang ngelihatin, mulutmu butuh kunci kah? Gemboknya juga? Gak usah ngomong nyaring deh, entar orangnya denger, terus ge-er!” cetusku
                                                                             *****
“din, tolong bantu Ibu ya, bentar lagi kan mau bagi raport, kamu kan ketua kelas 9C, ibu minta tolong bantuin temen kamu yang ini, dia kan anak baru, ada satu tugas yang belum dia kerjakan, tolong ibu ya, ini kertasnya”
“oh, ini, o-o-oh iya, bu, saya bantu”
“makasih ya”
“sama-sama bu.” Aku pamit dari ruang guru.
“ini, tugas mu, yang belum dikerjakan, cepet dikerjakan, terus kumpul ke aku” aku memberikan sebuah kertas bertuliskan tugas Isal yang diberikan guru TIK ku ibu Juriah. Dengan hati terpaksa dan merengut sepanjang hari, ku jalani dengan baik. Padahal rasa ingin menolak itu terus tertahan.
“oh, ini. Makasih ya Din” ujar Isal.
“Din? Bukannya tadi pagi kamu yang disuruh ibu, bantuin? Kok kamu gak mau bantuin?” Raisya menepuk dada ku, seketika aku tersentak dan bangkit dari duduk.
“kerjain sendiri aja, masa gak bisa? Rempong deh” cetus ku.
“oh jadi, pengen lihat aku pergi ke ruang guru terus nemuin bu Saidah?” Raisya ngancam dengan wajah nyolot.
“o-oh” ucapku terbata-bata.
“buruan deh, bantuin, jangan suka PHP” dengan nyamannya Raisya narik tangan ku ke arah Isal.
“oke, ku bantuin” ucapku dengan sangat terpaksa duduk di depan Isal.
                                                                           *****
“makasih ya Din” sms masuk dari Handphone yang sedari tadi ku abaikan. Aku memang lebih sering mengabaikan handphone, karena ku pikir, mengecek hp apalah artinya, jika tak ada pesan satu pun yang masuk.
“ini siapa?” balasku, sembari mengahabiskan makan malam, sendirian di rumah, karena malam ini semua penghuni rumah sedang tidak ada.
“Ini Isal, oiya makasih ya, bantuannya tadi”. Isal? Aku tersentak seketika membaca pesan masuk darinya, dari mana dia tau nomorku? Perlu kah berterimakasih harus dengan sms?
“oh, ya sama-sama”
“malam ini kamu sibuk? Atau lagi belajar?” Tanyanya semakin membuatku heran. Untuk apa ia menanyakan itu? Perlukah?
“nggak, krnapa?”
“mau ikut aku malam ini? Ke CafĂ©? Minum atau makan aja kok, sebagai ucapan terimakasih. Mau ya?” paksanya.
“mau ngapain? Lu mau macam-macam sama gue? Gue bukan cewek murahan, sama yang lain aja kenapa susah benget sih!” dengan hati yang panas dan nyolot, tanpa memperhatikan bahasa ku yang mulai sok, aku mengabaikan.
“aku Cuma pengen bilang makasih, dan sebagai tanda terimakasih? Oke, aku otewe ke sana ya? Tunggu di depan rumah”
Kurang ajar, ini anak semakin ngelunjak aja. Tau dari mana coba rumahku? Kenal aja kagak- pikirku.
“assalamua’laikum”
“waalaikumsalam” aku beranjak dari meja makan ke arah pintu.
“hay Din? Gimana, udah siap?” Tanya Isal, membuatku tersentak kaget. Ganteng? Iya sih dikit doang. Kaos yang dilapisi jaket kulit serta levis bermerek, kendaraan roda dua yang super mewah dan jarang anak-anak seumuranku punya itu. Entahlah siapa wanita yang tidak tertarik. Hanya aku, mungkin.
“siap apaan?”
“aku mohon, sekali ini aja? Aku tau kok kamu gak suka kehadiranku di sekolahmu.”
“terus?” jawabku ketus, aku melingkarkan kedua tangan di dada.
“sekali aja din, plis. Aku tau kok kamu lagi sendiri di rumah”
“sok tau deh” cetusku. Apa aku harus ikut? Iya sih sendirian di rumah, kesepian. Ikut gak ya? Ikut gak ya?
“ya udah deh bentar, aku ganti baju dulu”
Arsitektur bangunan yang besar, serta terangnya cahaya lampu, diiringi dengan cahaya bulan yang kala itu berbentuk setengah. Menambah suasana kafe bertema outdoor itu. Sekeliling pasangan yang berkencan entah dengan sahabat ataupun pacar terlihat sangat ramai pengunjung. Entah itu karena weekend. Isal memesan tempat yang berkapasitas banyak, di bawah pohon yang berhias lampu. Padahal ku pikir hanya aku dan dia, entahlah.
“kok kapasitas pesanan mu banyak banget?” tanyaku, sembari melihat halaman-halaman sub menu makanan, tanpa melirik sedikitpun padanya.
“karena ada yang mau datang”
“siapa? Ku pikir hanya kita berdua?” tanyaku sinis.
“cie, jadi ceritanya pengen berdua doang nih? Ya udah deh kita pesen tempat baru aja”
Raisya datang dengan pakaian yang super modis, bak model terkenal. Karena memang dapat diakui, Raisya wanita cantik berambut panjang, berbadan tinggi dan ramping berparas cantik, wajar sajalah ia dijuluki “wanita tercantik di SMA” berbanding jauh terbalik dengan ku. Ternyata Raisya tidak hanya sendiri, di sampingnya ada Rico kekasihnya yang sekarang bersamanya kurang lebih 2 tahun.
“Ooooh baru ngeh deh, ternyata kamu Sya yang ngasih nomer, alamat ku ke dia, oooh jadi ini” jawabku sinis memasang wajah kecut.
“hehehe, gak apa kan? Lagian kata mamamu, kamu sendiri di rumah aku disuruh temenin, daripada kita gak ada kerjaan mending kesini ye kan? Lagian ini rencana Isal kok.” Raisya menjatuhkan pantatnya.
“nikmati aje kali din, hahahaha” dengan wajah songong Rico nyelengit.
“tiga lawan satu, ya udah nyerah deh, aku ikutin permainan kalian” cetusku.
                                                                               *****
“ya udah sayang, hati-hati di jalan ya, Jangan ngebut, sms jangan lupa kalau sudah sampai”. Raisya turun dari motor Rico, dan tanpa menghiraukan aku dan Isal, Rico melayangkan kecupan centil di pipi Raisya.
Oh my God! Musti bingit ye, ngelihat mereka bermesraan di depanku, pikirku.
Dengan perasaan yang entah kenapa bercampur aduk, aku turun dari motor Isal, karena aku berhati baik dan berasa bukan orang yang tidak tahu diri akhirnyaa..
“makasih ya, untuk malam ini” entah kenapa bibir ini membentuk senyuman yang begitu jarang ku berikan pada seorang lelaki. Dan ini pertama aku berterimakasih padanya.
“makasih juga untuk malam ini, aku pulang dulu ya” dengan perlahan sosok Isal keluar dari gerbang rumah dan aku menatap punggungnya semakin jauh, dan jauh.
“cie, gak lama tuh, jadi deh jadi pokoknya” dengan wajah sok tahu Raisya masuk rumahku yang sudah dianggapnya seperti rumah sendiri.
“sok tau lu!”

Makasih? Untuk apa aku berterimakasih? Bukannya dia sudah kurang ajar, dengan seenaknya mengajakku berkencan. Padahal tak sedikitpun kenal? Lelaki macam apa dia?
“din? Mau ku ceritakan nggak?”
“cerita apaan? Penting nggak? Aku mau tidur nih” aku menarik selimut.
“coba dengerin dulu, ya udah sambil baring, anggap aja ini dongeng deh” Raisya tidur tepat di sampingku menarik selimut berbagi dengan ku.
“buruan apaan?” tanyaku dengan posisi badan terlentang.
“tentang Isal. Sorry deh kalau kamu kesal tentang tadi. Tapi jujur aku pun terpaksa, ya padahal kan ye, aku pun tau kamu benci dia. tapi dia maksa minta nomor mu terus ngajak aku juga sama Rico double date. Dia bilang dia terkesan sama kamu gara-gara kamu waktu praktek sholat itu loh, nah kan aku memang tau kamu jago masalah itu, ternyata dia penasaran sama kamu, meskipun katanya kamu gak akan pernah mau kenal dia, tapi dia usaha banget mau kenal kamu din. Sorry banget ya? Aku Cuma nyampaikan.” Ujar Raisya menoleh ke arahku.
“Oh, masalah itu, gak papa sih. gada masalah kali Sya. Lagian emang kamu bener kok, kita bisa mati kesepian malam minggu berduaan di rumah? Gak mungkin kan ya? ngehabisin malam minggu dengan nonton Malam minggu miko? Boring. Ya udah gak apa apa, itung aja deh sebagai hiburan.” Aku membalik arah badan dengan posisi memeluk guling.
                                                                                       *****
Assalamua’laikum Din? diterima ya? aku membaca surat yang terselip di dalam bunga kiriman yang pengirimnya ternyata Isal. Bunga mawar yang terkenal baunya itu memang bunga favoritku. Entah terakhir kali aku menerimanya dari mantanku Eko. Dan Ini dari Isal. Aku tersenyum tanpa kata, entah itu senyum menggambarkan kebahagiaan yang terpancar atau apapun, entahlah. Pagi ini berasa pagi yang bermakna, entah itu kenapa.
Aku menyandarkan kepala di bangku ruang tamu.
Entah, ini awal yang baru, mungkin aku coba buka hati lagi semenjak dulu sama Eko yang jago banget selingkuh, mungkin dengan sekarang keinginanku dapat terwujud, mendapatkan kebahagiaan jasmani rohani bersama orang yang tepat. Gak ada salahnya aku dengan Isal. Semua darinya aku sudah tau, dari latar belakang orangtua nya seorang pengusaha terkenal di Samarinda dan mamanya pemilik klub bulutangkis, wajar saja bila ia mewarisi bakat orangtuanya sebagai atlit bulu tangkis. Isal, sosoknya begitu saat ini aku sayangi, dia yang tiada hentinya mengingatkan ku akan kebaikan, menjauhkan ku dari zina, membatasi ku dari segala yang buruk, menjagaku sampai sekarang. Bukan kah itu orang yang kuinginkan? Orang yang akan kelak menjadi pendampingku? Aku berharap kau Isal yang dapat mengobati luka berlubang di hatiku. Kau Orang yang tepat.
                                                                                       *****
“cie, happy anniv 1 minggu Din” dengan wajah polos Raisya mencubit pipiku dengan keras tanpa memperhatikanku yang sedang sibuk di depan laptop.
“Alhamdulillah, yaa sesuatu. Buruan makan dulu sono gih di dapur. Mamaku masakan buatmu”
“Asiiikkk…”
Seminggu aku bersamanya, segalanya aku rasakan. Ternyata sebuah kebencian dapat menumbuhkan rasa kecintaan, percaya. Aku percaya itu, karena semua itu telah aku rasakan.
Aku bertahan di depan laptop menunggu tersambung skype bersamanya. Karena jarak ku dan dia jauh sekali. Sekarang Isal sedang dalam masa pelatihan atlit di Jakarta, apapun itu tak mengahalangi ku bersamanya.
“Assalamu’alaikum” jauh disana aku melihatnya tersenyum lebar di dalam kamar asrama.
“wa’alaikum salam, gimana kamu yang disana? Sudah mulai betah”
“Alhamdulillah Din, disini banyak temen baru dari luar kota. Semua friendly. Kamu disana gak pernah lupa kan sama semua kata-kataku”
“Oh iya dong, aku gak kan lupaaa”
“Din? Maaf ya, untuk sebulan kedepan kita gak bisa skype, telepon atau sms, semua dibatasin pelatih, kamu mau nunggu aku kan?”
“iya, aku pasti tunggu kamu”
Itulah kata-kata yang terakhir ku ingat pada saat itu, ketika aku berjanji aku akan menunggunya. Tapi aku mengingkari segalanya.
Aku bagai seseorang yang menusuk perlahan dari belakang.
Aku? Mudah tertipu rayuan gombal dari lelaki bejat, siapa dia? mantanku Eko.
Selama seminggu tanpa kabar dari Amin. Ternyata Eko sms aku, berkali-kali memohon kembali padaku. Betapa bodohnya aku ketika dengan cepat tanpa berfikir segalanya aku memutuskan kembali pada binatang jalang ini. Dan memilih untuk tidak bersama Isal lagi? Padahal kalian tau? Bagaimana perasaan Isal saat ini?
Isal? Sosok yang mengobati luka besar dalam hatiku, kini aku tinggalkan dia demi binatang jalang. Sebulan aku bersama Eko, ternyata apa yang kudapat? Ternyata dia, SELINGKUH lagi dan aku melihatnya bercumbu mesra di depan ku. Kalian tahu betapa sakitnya aku? Pikirkan sendiri. Binatang jalang ini sudah menghancurkan hidupku, bejat!
Aku? Kini sendiri. Tanpa Isal. Padahal sampai detik ini. Penyesalan yang luar biasa ku dapatkan. Aku berusaha untuk menghubunginya lagi. Padahal ku pikir. Aku tak pantas bersama Isal. Aku mencoba mengejarmu, walaupun kau terus berlari Isal. Kini aku tahu, semua kesalahan ku, sudah terlambat aku menyesali segalanya. Isal, mau kah kau kembali padaku?