“mau sampai kapan jomblo din?” Tanya Raisya dengan mulut dipenuhi makanan.
“jodoh di tangan Tuhan kali, ngomongin jodoh mah urusan belakangan aja Sya” jawabku lirih.
“tapi kan, semenjak
putus dari Eko, kok aku nda pernah denger kamu buka hati untuk yang
lain, padahal kan, pada banyak yang ngantri, macam antri bbm”
“berlebihan deh ya, udah ah, habisin tuh pentol, apa mau ku makan nih” jawabku, sembari ninggalin Raisya di kantin bakso sekolah.
“Hay Isal”
“Isaaaallll, oh my God! Ganteng sumpah!”
“sehari aja, aku ngga denger kalian ngoceh tentang tu orang, bisa gak
sih?” nada suara ku yang lumayan tinggi, menghentikan suara gemuruh
kelas, yang sudah kayak pasar.
Setelah seminggu kedatengan anak murid baru, kelas semakin gemuruh,
ribut, kasana kemari, seperti anak ayam yang kehilangan induknya di
tengah pasar dan banyak cewek-cewek famous di sekolah yang entah kenapa
suka datang ke kelas.
Anak baru itu narik perhatian? Padahal tidak. Ganteng? Enggak. Pintar? Enggak. Terus apa? Belagu? Iya. Sombong? Iya. Sok famous? Iya. Hanya itu yang ada dipikiran ku saat itu.
Aku tidak begitu menyukai anak-anak baru, apalagi atlit, yang mayoritas
belagu hanya karena dapat membanggakan sekolah dan dengan seenaknya
ngeremehkan kami yang tidak punya apa-apa.
Dan dengan seolah-oleh Albert Einsten, anak-anak atlit di sekolahku,
dengan pintarnya ngerjain ujian, padahal dalam setahun, kehadiran mereka
hanya bisa dihitung dengan jari. Itulah, yang membuatku membenci
pihak-pihak yang ganjen dalam hal itu.
“din? Isal kurang apa sih? ganteng iya, punya segalanya juga iya,
anak tahfidz iya. Kenapa kamu selalu aja benci? Bukannya setiap pribadi
orang itu berbeda? Gak semua juga kan anak atlit di sekolah kita belagu?
Hati-hati jatuh cinta din.” Ujar, temen ku sinta.
“pernah denger pepatah gak? Bukan kah sebuah fakta harus ada pembuktian?” jawabku lirih, sembari meninggalkan kelas.
“hari ini, hafalan sholat” ujar bapak guru Agama.
“siap pak!”
Semua anak di kelas pada ngikutin aturan guru Agama yang satu ini.
Kadang ada hal yang kurang kami senangi dari bapak ini, entah karena
sudah tua, dan masih mempunyai nafsu. Bapak guru Agama yang satu ini
bisa bertingkah seperti bapak-bapak ganjen yang kurang menyenangkan.
Entahlah… bayangkan saja sendiri.
“Muhammad Faisal”
Males banget denger ini nama! Denger aja sudah membuatku malas, apalagi buat ngelihat.
“allahu akbar”
Entah lah kenapa, mata ku yang mulai ganjen ngelirik ke arah Isal dan ngelihat gerak-geriknya dalam sholat.
Entah ada keajaiban yang datang dari langit, telinga yang biasanya suka males buat dengerin omelan mama,
kini dengan jernih tanpa kotoran yang nyangkut dengerin dengan khusyuk
suara yang terucap dari bibir Isal, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang
diucapkannya serentak membuatku ingin mendengarkannya lebih dalam dan lama
lagi. Terdengar nyaman, sangat nyaman, seperti mendengarkan sebuah
lantunan ayat yang dilafadzkan oleh ustadz yang sudah mahir dalam
melafadzkan.
“din? Ngapain? Cieeee… mulai suka nih ye. Udah deh ngaku aja, kali” olok Raisya yang membuyarkan lamunanku
“gak kok, siapa juga yang ngelihatin, mulutmu butuh kunci kah? Gemboknya
juga? Gak usah ngomong nyaring deh, entar orangnya denger, terus ge-er!”
cetusku
*****
“din, tolong bantu Ibu ya, bentar lagi kan mau bagi raport, kamu kan
ketua kelas 9C, ibu minta tolong bantuin temen kamu yang ini, dia kan
anak baru, ada satu tugas yang belum dia kerjakan, tolong ibu ya, ini
kertasnya”
“oh, ini, o-o-oh iya, bu, saya bantu”
“makasih ya”
“sama-sama bu.” Aku pamit dari ruang guru.
“ini, tugas mu, yang belum dikerjakan, cepet dikerjakan, terus kumpul
ke aku” aku memberikan sebuah kertas bertuliskan tugas Isal yang
diberikan guru TIK ku ibu Juriah. Dengan hati terpaksa dan merengut
sepanjang hari, ku jalani dengan baik. Padahal rasa ingin menolak itu
terus tertahan.
“oh, ini. Makasih ya Din” ujar Isal.
“Din? Bukannya tadi pagi kamu yang disuruh ibu, bantuin? Kok kamu gak
mau bantuin?” Raisya menepuk dada ku, seketika aku tersentak dan bangkit
dari duduk.
“kerjain sendiri aja, masa gak bisa? Rempong deh” cetus ku.
“oh jadi, pengen lihat aku pergi ke ruang guru terus nemuin bu Saidah?” Raisya ngancam dengan wajah nyolot.
“o-oh” ucapku terbata-bata.
“buruan deh, bantuin, jangan suka PHP” dengan nyamannya Raisya narik tangan ku ke arah Isal.
“oke, ku bantuin” ucapku dengan sangat terpaksa duduk di depan Isal.
*****
“makasih ya Din” sms masuk dari Handphone yang sedari tadi ku
abaikan. Aku memang lebih sering mengabaikan handphone, karena ku pikir,
mengecek hp apalah artinya, jika tak ada pesan satu pun yang masuk.
“ini siapa?” balasku, sembari mengahabiskan makan malam, sendirian di
rumah, karena malam ini semua penghuni rumah sedang tidak ada.
“Ini Isal, oiya makasih ya, bantuannya tadi”. Isal? Aku tersentak seketika
membaca pesan masuk darinya, dari mana dia tau nomorku? Perlu kah
berterimakasih harus dengan sms?
“oh, ya sama-sama”
“malam ini kamu sibuk? Atau lagi belajar?” Tanyanya semakin membuatku heran. Untuk apa ia menanyakan itu? Perlukah?
“nggak, krnapa?”
“mau ikut aku malam ini? Ke CafĂ©? Minum atau makan aja kok, sebagai ucapan terimakasih. Mau ya?” paksanya.
“mau ngapain? Lu mau macam-macam sama gue? Gue bukan cewek murahan, sama
yang lain aja kenapa susah benget sih!” dengan hati yang panas dan
nyolot, tanpa memperhatikan bahasa ku yang mulai sok, aku mengabaikan.
“aku Cuma pengen bilang makasih, dan sebagai tanda terimakasih? Oke, aku otewe ke sana ya? Tunggu di depan rumah”
Kurang ajar, ini anak semakin ngelunjak aja. Tau dari mana coba rumahku? Kenal aja kagak- pikirku.
“assalamua’laikum”
“waalaikumsalam” aku beranjak dari meja makan ke arah pintu.
“hay Din? Gimana, udah siap?” Tanya Isal, membuatku tersentak kaget.
Ganteng? Iya sih dikit doang. Kaos yang dilapisi jaket kulit serta levis
bermerek, kendaraan roda dua yang super mewah dan jarang anak-anak
seumuranku punya itu. Entahlah siapa wanita yang tidak tertarik. Hanya
aku, mungkin.
“siap apaan?”
“aku mohon, sekali ini aja? Aku tau kok kamu gak suka kehadiranku di sekolahmu.”
“terus?” jawabku ketus, aku melingkarkan kedua tangan di dada.
“sekali aja din, plis. Aku tau kok kamu lagi sendiri di rumah”
“sok tau deh” cetusku. Apa aku harus ikut? Iya sih sendirian di rumah, kesepian. Ikut gak ya? Ikut gak ya?
“ya udah deh bentar, aku ganti baju dulu”
Arsitektur bangunan yang besar, serta terangnya cahaya lampu,
diiringi dengan cahaya bulan yang kala itu berbentuk setengah. Menambah
suasana kafe bertema outdoor itu. Sekeliling pasangan yang berkencan
entah dengan sahabat ataupun pacar terlihat sangat ramai pengunjung.
Entah itu karena weekend. Isal memesan tempat yang berkapasitas banyak,
di bawah pohon yang berhias lampu. Padahal ku pikir hanya aku dan dia,
entahlah.
“kok kapasitas pesanan mu banyak banget?” tanyaku, sembari melihat
halaman-halaman sub menu makanan, tanpa melirik sedikitpun padanya.
“karena ada yang mau datang”
“siapa? Ku pikir hanya kita berdua?” tanyaku sinis.
“cie, jadi ceritanya pengen berdua doang nih? Ya udah deh kita pesen
tempat baru aja”
Raisya datang dengan pakaian yang super modis, bak model
terkenal. Karena memang dapat diakui, Raisya wanita cantik berambut
panjang, berbadan tinggi dan ramping berparas cantik, wajar sajalah ia
dijuluki “wanita tercantik di SMA” berbanding jauh terbalik dengan ku.
Ternyata Raisya tidak hanya sendiri, di sampingnya ada Rico kekasihnya
yang sekarang bersamanya kurang lebih 2 tahun.
“Ooooh baru ngeh deh, ternyata kamu Sya yang ngasih nomer, alamat ku ke dia, oooh jadi ini” jawabku sinis memasang wajah kecut.
“hehehe, gak apa kan? Lagian kata mamamu, kamu sendiri di rumah aku
disuruh temenin, daripada kita gak ada kerjaan mending kesini ye kan?
Lagian ini rencana Isal kok.” Raisya menjatuhkan pantatnya.
“nikmati aje kali din, hahahaha” dengan wajah songong Rico nyelengit.
“tiga lawan satu, ya udah nyerah deh, aku ikutin permainan kalian” cetusku.
*****
“ya udah sayang, hati-hati di jalan ya, Jangan ngebut, sms jangan
lupa kalau sudah sampai”. Raisya turun dari motor Rico, dan tanpa
menghiraukan aku dan Isal, Rico melayangkan kecupan centil di pipi Raisya.
Oh my God! Musti bingit ye, ngelihat mereka bermesraan di depanku, pikirku.
Dengan perasaan yang entah kenapa bercampur aduk, aku turun dari
motor Isal, karena aku berhati baik dan berasa bukan orang yang tidak
tahu diri akhirnyaa..
“makasih ya, untuk malam ini” entah kenapa bibir ini membentuk senyuman
yang begitu jarang ku berikan pada seorang lelaki. Dan ini pertama aku
berterimakasih padanya.
“makasih juga untuk malam ini, aku pulang dulu ya” dengan perlahan sosok Isal keluar dari gerbang rumah dan aku menatap punggungnya semakin
jauh, dan jauh.
“cie, gak lama tuh, jadi deh jadi pokoknya” dengan wajah sok tahu Raisya
masuk rumahku yang sudah dianggapnya seperti rumah sendiri.
“sok tau lu!”
Makasih? Untuk apa aku berterimakasih? Bukannya dia sudah kurang
ajar, dengan seenaknya mengajakku berkencan. Padahal tak sedikitpun
kenal? Lelaki macam apa dia?
“din? Mau ku ceritakan nggak?”
“cerita apaan? Penting nggak? Aku mau tidur nih” aku menarik selimut.
“coba dengerin dulu, ya udah sambil baring, anggap aja ini dongeng deh” Raisya tidur tepat di sampingku menarik selimut berbagi dengan ku.
“buruan apaan?” tanyaku dengan posisi badan terlentang.
“tentang Isal. Sorry deh kalau kamu kesal tentang tadi. Tapi jujur aku
pun terpaksa, ya padahal kan ye, aku pun tau kamu benci dia. tapi dia
maksa minta nomor mu terus ngajak aku juga sama Rico double date. Dia
bilang dia terkesan sama kamu gara-gara kamu waktu praktek sholat itu
loh, nah kan aku memang tau kamu jago masalah itu, ternyata dia
penasaran sama kamu, meskipun katanya kamu gak akan pernah mau kenal
dia, tapi dia usaha banget mau kenal kamu din. Sorry banget ya? Aku Cuma
nyampaikan.” Ujar Raisya menoleh ke arahku.
“Oh, masalah itu, gak papa sih. gada masalah kali Sya. Lagian emang kamu
bener kok, kita bisa mati kesepian malam minggu berduaan di rumah? Gak
mungkin kan ya? ngehabisin malam minggu dengan nonton Malam minggu miko?
Boring. Ya udah gak apa apa, itung aja deh sebagai hiburan.” Aku
membalik arah badan dengan posisi memeluk guling.
*****
Assalamua’laikum Din? diterima ya? aku membaca surat yang terselip di
dalam bunga kiriman yang pengirimnya ternyata Isal. Bunga mawar yang
terkenal baunya itu memang bunga favoritku. Entah terakhir kali aku
menerimanya dari mantanku Eko. Dan Ini dari Isal. Aku tersenyum tanpa
kata, entah itu senyum menggambarkan kebahagiaan yang terpancar atau
apapun, entahlah. Pagi ini berasa pagi yang bermakna, entah itu kenapa.
Aku menyandarkan kepala di bangku ruang tamu.
Entah, ini awal yang baru, mungkin aku coba buka hati lagi semenjak
dulu sama Eko yang jago banget selingkuh, mungkin dengan sekarang
keinginanku dapat terwujud, mendapatkan kebahagiaan jasmani rohani
bersama orang yang tepat. Gak ada salahnya aku dengan Isal. Semua
darinya aku sudah tau, dari latar belakang orangtua nya seorang
pengusaha terkenal di Samarinda dan mamanya pemilik klub bulutangkis,
wajar saja bila ia mewarisi bakat orangtuanya sebagai atlit bulu
tangkis. Isal, sosoknya begitu saat ini aku sayangi, dia yang tiada
hentinya mengingatkan ku akan kebaikan, menjauhkan ku dari zina,
membatasi ku dari segala yang buruk, menjagaku sampai sekarang. Bukan
kah itu orang yang kuinginkan? Orang yang akan kelak menjadi
pendampingku? Aku berharap kau Isal yang dapat mengobati luka berlubang
di hatiku. Kau Orang yang tepat.
*****
“cie, happy anniv 1 minggu Din” dengan wajah polos Raisya mencubit
pipiku dengan keras tanpa memperhatikanku yang sedang sibuk di depan
laptop.
“Alhamdulillah, yaa sesuatu. Buruan makan dulu sono gih di dapur. Mamaku masakan buatmu”
“Asiiikkk…”
Seminggu aku bersamanya, segalanya aku rasakan. Ternyata sebuah
kebencian dapat menumbuhkan rasa kecintaan, percaya. Aku percaya itu,
karena semua itu telah aku rasakan.
Aku bertahan di depan laptop menunggu tersambung skype bersamanya.
Karena jarak ku dan dia jauh sekali. Sekarang Isal sedang dalam masa
pelatihan atlit di Jakarta, apapun itu tak mengahalangi ku bersamanya.
“Assalamu’alaikum” jauh disana aku melihatnya tersenyum lebar di dalam kamar asrama.
“wa’alaikum salam, gimana kamu yang disana? Sudah mulai betah”
“Alhamdulillah Din, disini banyak temen baru dari luar kota. Semua
friendly. Kamu disana gak pernah lupa kan sama semua kata-kataku”
“Oh iya dong, aku gak kan lupaaa”
“Din? Maaf ya, untuk sebulan kedepan kita gak bisa skype, telepon atau sms, semua dibatasin pelatih, kamu mau nunggu aku kan?”
“iya, aku pasti tunggu kamu”
Itulah kata-kata yang terakhir ku ingat pada saat itu, ketika aku berjanji aku akan menunggunya. Tapi aku mengingkari segalanya.
Aku bagai seseorang yang menusuk perlahan dari belakang.
Aku? Mudah tertipu rayuan gombal dari lelaki bejat, siapa dia? mantanku Eko.
Selama seminggu tanpa kabar dari Amin. Ternyata Eko sms aku,
berkali-kali memohon kembali padaku. Betapa bodohnya aku ketika dengan
cepat tanpa berfikir segalanya aku memutuskan kembali pada binatang
jalang ini. Dan memilih untuk tidak bersama Isal lagi? Padahal kalian
tau? Bagaimana perasaan Isal saat ini?
Isal? Sosok yang mengobati luka besar dalam hatiku, kini aku
tinggalkan dia demi binatang jalang. Sebulan aku bersama Eko, ternyata
apa yang kudapat? Ternyata dia, SELINGKUH lagi dan aku melihatnya
bercumbu mesra di depan ku. Kalian tahu betapa sakitnya aku? Pikirkan
sendiri. Binatang jalang ini sudah menghancurkan hidupku, bejat!
Aku? Kini sendiri. Tanpa Isal. Padahal sampai detik ini. Penyesalan
yang luar biasa ku dapatkan. Aku berusaha untuk menghubunginya lagi.
Padahal ku pikir. Aku tak pantas bersama Isal. Aku mencoba mengejarmu,
walaupun kau terus berlari Isal. Kini aku tahu, semua kesalahan ku,
sudah terlambat aku menyesali segalanya. Isal, mau kah kau kembali
padaku?
Tidak merasa lebih baik atau benar, dan bukan mengajarkan. Tak lebih dari mengingatkan pada diri sendiri dan sekitar. Berbagi pelajaran kecil, motivasi, dan cerita yang terinspirasi dari pengalaman, kegiatan, peristiwa, ataupun kejadian-kejadian yang dialami oleh orang-orang disekitar. Bismillah, semoga bermanfaat.....