Minggu, 29 Mei 2016

SANG PENGETUK


Seperti tertidur sekian lama didalam sebuah tempat terkunci yang mereka sebut hati.
Sampai seseorang datang dan tanpa sengaja mengetuknya.
Yaaa... tanpa sengaja.
Membangunkan pria hina yang dengan nyamannya tengah menikmati dunia nyata dihadapannya.
Begitu besarkah suara yang dihasilkan dari ketukan seseorang tersebut??
Entahlah...
Atau mungkin pria itu yang sudah cukup lelah memejamkan matanya dan menyandarkan lehernya di bantal kesibukannya???
Juga entahlah.....
Yang pasti ia telah terbangun.

Kreekkk....
Pintu itupun dibuka, mencoba menyambut seseorang tersebut dengan taburan senyum keindahan dan harapan.
Begitu terang cahaya yang terpancar tatkala pintu baru terbuka sedikit.
Keyakinan akan kebahagiaan dan kesempurnaan hidup seakan siap untuk merasuk dan menggeluti jiwa raga pria ini.
Meski ia sadarai akan ada banyak hal yang juga siap untuk meredupkan cahaya tersebut.
Dan kembali menghempas pintu yang kini sudah terbuka lebar.

Satu langkah maju keluar dari balik pintu, menengokkan kepala ke arah kiri dan kanan, mengernyitkan dahi untuk menerawang jauh mencoba mencari seseorang yang mengetuk pintu itu.
Tapi tak ada yang terlihat.
Hanya bayangan hitam dari sosok wanita yang diyakini itulah yang berperan sebagai sang pengetuk.
Dimana wujud dari bayangan ini??
Sembunyikah ia?
Takutkah ia?
Enggankah ia menampakkan wujudnya?
Atau waktu yang meminta kepada sang pria untuk berdiri lebih lama menanti seseorang tersebut datang?
Atau mungkin..... sang pria yang harus berlari kencang, mencari, menemukan, serta meminta kepada seseorang itu untuk sudi menemani dan tinggal dibalik pintu baja yang tampak dari luar penuh dengan goresan luka kehidupan tersebut???
Entahlah.....
Nampaknya itulah yang akan dilakukannya....
Dibawah langit berbintang, ditengah tusukan udara dingin dan desir ombak yang berbisik

Selasa, 19 April 2016

SESAL

Sesaat kemudian, Lia pun sudah kembali memasuki kelas dan langsung menyambangi tempat duduknya.
Dan aku yang masih dengan kebingungan dan alur kerja otak yang tak karuan, akhirnya mengambil sebuah keputusan.
“Lia…”, panggilku.
 
“Iya, kenapa is???”, jawabnya dengan ekspresi yang begitu riang.  
“Mmmhh, i..ni aku mau balikin suratnya. Kayaknya, aku ga perlu tau deh siapa cowo yang kamu suka.”, ucapku dengan sedikit terbata.
“Looh,,kok gitu? kan tadi Lia bilang pokoknya kamu harus tau..” jawabnya masih dengan ekspresi riangnya.

“Tapi maaf banget, aku yang ga mau tau, titik!” ucapku yang kali ini menghilangkan raut senang di wajahnya.

“Sekali lagi maaf.”, ucapku dalam hati.

Sekilas, rasa bersalahpun muncul dibenakku, entah mengapa aku memberikan respon seperti itu. Meski aku menyukainya, tapi aku benar-benar tidak tahu mengapa aku menolaknya begitu saja. Huufftthh -,-
 

                                                  ***

Semenjak kejadian itu, tak ada lagi aku yang begitu dekat dengan Lia.

Tak ada sapa riang yang setiap pagi terucap dariku untuknya.
Sebaliknya, rasa acuhlah yang justru menghiasi hari-hariku. Meski dia masih terus berusaha untuk bersikap sebiasa mungkin, namun aku tidak bisa bersikap seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.

Semakin hari, tanpa sadar aku semakin menjauhinya. Hingga suatu hari, ku dengar kabar bahwa ada seorang kaka kelas yang menyukainya dan juga mengejarnya. Awalnya aku tak khawatir, karena ini bukanlah kali pertama aku mendengar kabar seperti itu. Tapi yang mengagetkanku adalah bahwa ternyata Lia menanggapinya dan telah berpacaran dengannya.
Rasa sedih pun tak bisa ku sembunyikan, namun..aku bisa apa??
Aku hanya bisa diam dan berusaha untuk tidak memikirkannya. Karena, ini pilihanku, jadi aku tidak boleh menyesalinya.
Benar saja, di hari-hari berikutnya, aku beberapa kali melihat mereka berdua sedang bersama.

Aku pun hanya mencoba untuk terus mengacuhkannya, berjalan seperti tidak melihat apa-apa.
Ya..aku bertahan dengan hari-hari seperti itu. (Miris bukan??? *pikirku saat itu*)  

Beberapa minggu sebelum hari kelulusan, sekolah kami mengadakan study tour ke Puncak. Meski aku tidak satu bis dengan Lia, namun sempat beberapa kali dia berjalan di belakangku. Tingkahnya masih belum berubah, masih seperti Lia yang suka mencari perhatianku.
Saat itu, dia sudah tak bersama dengan kaka kelas yang waktu itu, karena semenjak kaka kelas itu lulus, mereka sudah jarang berkomunikasi dan akhirnya putus. Aku pun sudah mulai melunak, sudah mulai mau membalas sapanya meski hanya dengan senyum.
Pokoknya, sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak mengacuhkannya. Dan aku pun bertekad, pada saat kelulusan aku ingin minta maaf karena sudah begitu lama mengabaikannya.
 

                                                   ***

Akhirnya, hari kelulusan pun tiba. Tidak terasa, masa SMP yang rumit ini akan segera berakhir. Dan aku pun sudah siap untuk menjalankan niatku yang ingin menyampaikan maaf pada Lia. Aku tak ingin masa SMAku ini berakhir dengan meninggalkan luka di hati siapapun, terutama Lia.

Aku ingin semua ini berakhrir dengan bahagia. Namun, sudah hampir setengah jalan acara ini berlangsung, aku belum menemukan sosoknya.
Sebenarnya dia dimana???
Matakupun sedari tadi berusaha untuk menemukan sosoknya, namun nihil. Sampai pada satu saat, dimana jantungku berdegup kencang, sesak sekali rasanya. Seperti ada beban yang begitu berat yang menimpaku.

Akhirnya, dengan nafas yang tersendat, mataku kembali melihat sekiling berharap menemukan sumber keabnormalan hatiku ini. Matakupun terhenti pada satu titik, dimana ada satu wajah dengan senyum yang begitu lembut sedang menatapku.
Perlahan jantungkupun mulai kembali normal, tatapanku pun perlahan naik hingga bertemu dengan mata pemilik wajah tersebut. Setelah sadar siapa pemilik wajah tersebut, kerja jantungku kembali tak normal, bahkan lebih parah dari sebelumnya, akupun seketika memalingkan wajahku.
Ya..pemilik senyum itu adalah Lia! Ternyata dia sang pemilik senyum itu.

Huuu…haaaa…aku mencoba mengatur nafas kembali, dan disaat aku sudah dapat mengontrol ritme jantungku, aku pun kembali berpaling ke titik dimana Lia menatapku. Tapi, sosoknya menghilang, aku mencari ke sekeliling, tetap tak ada!
Bahkan sampai aku pulang.
Tidak...!!! Bahkan sampai hari-hari berikutnya aku tidak pernah melihatnya lagi. Sampai satu hari, aku mendengar kabar bahwa pada hari kelulusan itu adalah hari terakhirnya berada disini. Dia datang hanya untuk pamit karena hari itu juga dia langsung berangkat ke kampung halamannya dan melanjutkan kuliah disana.  

Beberapa hari kemudian datang temanku memberikan sebuah kertas.
"Bukankah kertas ini yang telah diberikan Lia dulu?" bisikku dalam hati.
Aku pun membaca surat itu dengan seksama.
 

"Kamu adalah laki-laki yang aku suka sejak pertama aku masuk sekolah ini, perasaanku pun sama sampai sekarang. Aku harap kamu mempunyai perasaan yang sama, dan aku menunggu kamu

Begitulah isi dari surat itu.
Jlebbbb!!!!

Seketika itu juga tubuhku melemas, aku menyesal sangat menyesal. dengan beribu pertanyaan yang bertubi-tubi menghantam pikiranku!!
Kenapa??? Kenapa saat itu aku memalingkan wajah? Kenapa aku tidak menghampirinya?? Bukankah aku ingin meminta maaf??
Lia.... maaf.
Aku pasti datang.....