Jumat, 24 Juli 2015

Cinta Yang Membawaku

Namanya Atika Meiska Karangan.....
Wanita paruh baya yang bekerja di salah satu perusahaan operator selular selama tiga tahun terakhir ini.
Tika, begitulah ia biasa disapa.
Senyumnya yang manis dan rambut panjangnya seakan mencoba untuk menyempurnakan paras cantik yang sudah Tuhan ciptakan untuknya.
Terutama Irawan. Seorang pria yang sudah menemani hari-harinya, mengisi ruang kecil bernama hati, dan selalu bisa menjadi tempat berpeluh kesah disaat ia sedang gundah.
Seorang pria yang sudah tiga tahun mewarnai hidup yang Tuhan gariskan di catatan kehidupannya.

Selayaknya sebuah hubungan pastilah ada hal-hal yang selalu menjadi cobaan untuk menguji kekuatan cinta seseorang. Termasuk hubungan antara Irawan dan Tika.
Tak jarang mereka beradu mulut, berselisih pendapat, ataupun meributkan hal-hal yang sebenarnya tak layak untuk diributkan.
Gelombang seperti itu mungkin mampu untuk memecahkan sebuah karang yang berdiri tegar sekalipun, tapi tidak untuk hubungan mereka.
Sebelum badai itu menghampiri, lautan cinta masih terlihat tenang.
Yaa.... badai yang nanti akan menghempaskan mereka dalam kegelisahan.

Memasuki tahun keempat hubungan mereka, satu dari sekian banyak takdir Allah mulai terjawab.
Irawan memang bukanlah seorang yang agamais, rajin beribadah, ataupun seorang yang selalu tersungkur ampun untuk mendekati sang pencipta.
Tapi dengan ilmu agama yang ia miliki, ia mencoba untuk menjelaskan seperti apa itu Islam. Selama tiga tahun mereka bersama, kata Assalamualaikum, Masya Allah, Subhanallah, Alhamdulillah, Bismillah, sudah sangat akrab di telinga Tika. Bahkan karena terlalu terbiasa tanpa  disadari ia pun sering mengucapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada awalnya hubungan ini hanyalah sekedarnya saja, mereka hanya mencoba menikmati kasih sayang satu sama lain, saling berbagi, melengkapi, dan bertukar pilihan. Tahun demi tahun berjalan, diantara mereka akhirnya memikirkan tentang hubungan yang akan dibawa sampai kemana. Dan mereka menyadari sekali akan perbedaan yang mereka miliki. Perbedaan yang sangat bisa menjadi jurang pemisah mereka. Perbedan yang sudah banyak menghancurkan mimpi para pasangan yang juga menjalani cinta berbeda keyakinan seperti mereka.

Entah kalimat seperti apa yang Allah bisikkan di hati Tika. Ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Agama yang juga ia yakini sebagai agama yang sempurna, meskipun pada awalnya ia memutuskan untuk berpindah agama karena ia akan berencana untuk membina rumah tangga bersama Irawan. Tapi lambat laun saat ia mulai belajar tentang keIslaman bersama teman sekantornya yang begitu setia mengajarkannya untuk sholat, berdoa, bersedekah, dan mengaji.
Islam menunjukkan kebenarannya....
Ia mencoba untuk membandingkan perbedaan cara beribadah agama sebelumnya yang ia anut dengan agama Islam yang baru dianutnya.
Dan hasilnya, ia pun semakin yakin dengan keputusannya untuk menjadi seorang Muallaf.
Subhanallah.....

Pembawaannya yang rajin, ramah, baik hati dan penyayang, ditambah lagi dengan ia kini sudah memeluk agama Islam, membuat Tika begitu sempurna di mata keluarga Irawan untuk bisa menjadi bagian dari keluarga mereka. Didalam setiap hari raya, syukuran, atau apapun acara di keluarga Irawan, Tika tak pernah kehilangan momen yang membuatnya semakin disupport untuk segera menikah bersama Irawan.
Dan sosok utamanya adalah sang ibu dari Irawan, tak henti ia dalam sujudnya selalu mendoakan mereka berdua untuk dipermudahkan jalannya dalam rencana mereka untuk menghalalkan ikatan percintaan ini.

Terasa begitu mulus restu dari keluarga Irawan, tapi cerita lain harus tertulis pahit dari keluarga besar sang hawa. Tika yang berasal dari suku Toraja, sangat kuat dalam memegang ajaran Tuhan yang mereka percayai. Namun hubungan mereka tak setenang air surut di kala senja.
Tak direstui, itulah fakta yang harus Irawan terima kala awal memulai hubungan dengan Tika.
Disaat Tika merayakan hari raya Natal, Irawan pun tak pernah berkunjung tepat ditanggal 25. Bahkan untuk menjemput Tika saja, Irawan hanya menunggu dipinggir jalan saja sampai Tika keluar dari rumahnya.
Tak sedikit gunjingan dan singgungan yang dilontarkan untuk Tika dari pihak keluarganya sendiri. Tapi dengan berjiwa besar, Tika hanya mencoba untuk tersenyum dan tetap menetralkan sebisa mungkin agar tidak ada perpecahan diantara dirinya dan keluarganya.
Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, hal tersebut teramat diyakini oleh Tika, dan menurutnya Irawanlah makhluk yang diciptakan Tuhan untuknya. 

Semakin hari iman Tika kepada Allah semakin mantap, bahkan nyaris mengalahkan orang-orang yang semenjak lahir sudah beragama Islam. Sholat 5 waktunya hampir tak pernah lepas.
Subhanallah....
Tahun keempat dan kelima hubungan mereka terasa begitu nyaman dipelupuk mata orang yang melihatnya.
Sangat, sangat, sangat nyaman bahkan mampu membuat iri mereka yang hanya sebagai penonton di hubungan mereka.
 

                                                 *****

Siang itu matahari begitu teduh di singgasananya, angin sepoi terasa nyaman menyapa wajah, seakan semesta ingin bersantai dengan tugasnya. Tapi diluar bukanlah jua didalam. Hati Tika begitu teriris, perih, luka, bahkan nyaris melebur bersama kenangan setelah 6 tahun bersama.
Badai yang dikhawatirkan telah sampai. Badai yang berbeda. Bukan badai yang Tika bayangkan karena hubungannya dengan Irawan yang tak direstui.
Bahkan sebenarnya kini orang tua Tika sudah mengikhlaskan dan merestui hubungan tersebut. Karena beranggapan, tak ada yang harus dipaksakan. Menurut mereka, apa yang sudah dipilih oleh Tika adalah untuk kebahagiaannya sendiri. Tak ada yang perlu ditahan lagi....
Begitu juga dengan keikhlasan mereka yang membiarkan Tika memeluk agama Islam.

Rasa berhenti degup jantung Tika saat mengetahui orang yang dicintainya selama 6 tahun sudah berpaling darinya.
Apa salahku? Apa yang kurang dari aku? Apa yang membuatnya mendua dariku?
Begitu banyak pertanyaan yang bercampur aduk dengan kekecewaan yang dirasakannya.
Membuatnya semakin lirih bersama ingatan tentang perjuangan serta pengorbanannya untuk Irawan selama ini.
Arrghhh..... sungguh menyesakkan fikir Tika dalam hati.

Langkah Tika tak terhenti dalam doa untuk ada selalu dalam genggaman Allah SWT.
Tak henti bibir kecilnya terus mengucap dzikir dan syukur.
Pertemuannya dengan Irawan, hubungannya dengan Irawan, kisah cintanya dengan Irawan sudah membawanya kedalam kesucian nurani yang melebihi cintanya terhadap Irawan selama ini.
Semua yang sudah ia lewati ternyata tak sia-sia, hikmah yang ditemukannya bahkan sangat besar dan kuat. Bahkan mampu menenangkan badai yang sempat membuatnya terpuruk dalam kesedihan.

Tika memulai hari yang baru, hari yang penuh dengan cinta akan Allah SWT. Cinta yang selamanya akan abadi. Abadi sampai ia menua dan nanti menjadi seonggok ingatan dengan nama.
Sampai ia menemukan cinta abadi kedua setelah cintanya untuk sang pencipta.....
Sampai tiba dimana ia akan tersenyum indah bersama dunia.