Minggu, 12 Februari 2012

Surat Untukmu

Teruntuk Dirimu.
Aku selalu percaya bahwa cinta adalah sebuah anugerah. Mereka yang jatuh cinta, adalah mereka yang beruntung dalam hidupnya. Karena sungguh tidak mudah untuk mencinta. Kau tahu, sejak menamatkan sekolah di sebuah sekolah menengah umum, aku mulai mencoba untuk jatuh cinta. Namun sungguh, meski telah berkali-kali kucoba untuk mencinta,  Aku tak pernah benar-benar jatuh cinta.

Pernah di suatu malam, kupagut bibir seorang wanita, menindihnya dalam kamar sempit di kosanku, menikmati jeritan kecilnya, hingga menemukan diriku dan dirinya berpeluh keringat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh-tubuh kami. Tapi apakah itu cinta. Itu bukan sebuah cinta. Karena aku sama sekali tak mencintainya. Kutahu banyak orang yang beranggapan bahwa kita saling mencinta. Namun mereka salah. Tahu apa mereka soal cinta.
Hingga pada akhirnya, pada sebuah titik hidup akupun percaya bahwa kebersamaan ternyata bisa menjadi tempat dimana benih akan cinta bisa muncul. Meski tidak semua kebersamaan akan berakhir dengan cerita cinta tentunya.
Aku, kamu dan kebersamaan. Yah, kebersamaan. Itu yang membuat benih cinta itu muncul. Semakin hari semakin besar hingga  tak mampu lagi ku memendamnya. Kamu memang cantik. Tato kupu-kupu di bagian punggungmu itu eksotis dan menggairahkan. Tapi bukan itu yang membuat benih cinta itu muncul.
Ini bukan soal gairah. Ini soal kedamaian. Ada damai saat bersamamu. Perasaan yang tak pernah aku temukan saat bersama dengan wanita-wanita lainnya.

Aku tahu akan berat rasanya menerima hal ini. Apalagi untukmu yang tak pernah percaya akan adanya cinta. Masa lalu yang kelam membuatmu percaya bahwa tak pernah ada cinta. Yang ada hanya nafsu. Bahwa hampir semua lelaki yang engkau kenal hanya ingin menikmati tubuh indahmu. “Lelaki itu brengsek. Mereka hanya mau nafsu.” Ujarmu kepadaku suatu ketika. Tapi mungkin kau lupa atau bahkan belum bertemu dengan lelaki yang ternyata tidak hanya melihat wanita dari sudut pandang itu. Lelaki yang tidak menyimpan otaknya di kelaminnya. Lelaki yang sungguh jatuh cinta. Yang menerimamu apa adanya dan tidak melihat masa lalumu sebagai sebuah masa lalu yang kelam. Lelaki yang percaya bahwa cinta adalah anugerah. Lelaki untukmu. Aku.
Sayangnya, kau memilih jalanmu. Engkau pergi sebelum kau mengetahui akan adanya cinta. Kau tak lagi merasa damai dengan dunia yang hanya membuatmu muak. Dunia yang dikuasai oleh nafsu, serakah dan angkara murka. Kamu kecewa pada dunia. Kecewa pada pemimpinmu, dan kecewa dengan lelaki-lelaki yang pernah mencintaimu. Kau tak menemukan sosok yang mampu mengeluarkanmu dari kelamnya dunia. Malam itu kau memutus urat nadimu, menikmati saat dimana darahnya keluar perlahan dari pergelangan tangamu hingga kemudian kaupun lemas, penglihatanmu tak lagi terang, kabur, lalu semuanya menjadi gelap. Engkau pergi untuk selama-lamanya. Ada senyum di bibirmu dalam tidur panjangmu itu.

Malam ini, di samping nisan tempatmu di baringkan kutulis surat ini untukmu. Berharap malam ini engkau datang menemuiku saat aku datang mengunjungimu. Akan kubacakan surat ini di atas nisanmu dengan setengah berteriak, seraya berharap engkau bisa mendengarnya.  Takkan kupedulikan orang-orang yang terkejut dan takut karena menganggapku kerasukan. Aku hanya ingin engkau tahu bahwa aku mencintaimu. Jangan pula kau abaikan setangkai mawar yang kutitipkan di sana. Setangkai mawar yang seharusnya kuberikan dahulu saat kau masih hidup.
Tenanglah kau di sana dalam damaimu. Bertemu Tuhanmu yang pasti mencintaimu. Disana, akan kau temukan cinta yang akan mendamaikanmu. 
Sebuah Cinta dari Tuhanmu. 
Dariku.